-->

MAKALAH BUDIDAYA UDANG WINDU


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki lahan budidaya ikan dan udang yang luas sehingga  Indonesia berpotensi mengembangkan budidaya tambak udang. Dalam usaha pemeliharaan udang secara komersial yang utama adalah udang putih dan udang windu, sebab kedua jenis udang inilah yang bisa mencapai ukuran besar, dan mempunyai pasaran yang baik untuk ekspor.
            Perkembangan budidaya udang windu sejak  1980 sampai 1990 mungkin bisa dikatakan pada titik puncaknya.Udang merupakan komuditas ekspor yang berhasil meningkatkan devisa negara dari non-migas. Pesatnya jumlah perusahaan pertambakan yang terhampar di sepanjang pantai utara jawa dan di Indonesia tak lepas dari ketersediaan lahann pertambakan dan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang memungkinkan  dikembangkan usaha budidaya udang tersebut.
            Hal lain yang bisa mendorong lajunya pertumbuhan perusahaan pertambakan tersebut adalah dengan adanya permintaan akan kebutuhan udang yang terus meningkat dari tahun di mana produksi udang yang dihasilkan belum mencukupi kebutuhan udang di dunia. Karena udang merupakan sebagai komoditas ekspor yang mempunyai harga baik yang harus tetap di tingkatkan produksinya. Indonesia merupakan daerah tropis di mana pada pola tanam pemeliharaan udang dapat dilakukan sepanjang tahun. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan dengan jepang yang mempunyai 4 iklim sehingga budidayanya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat baik di pasar lokal maupun pada tingkat international sangat perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas udang yang akan diproduksi karena mempengaruhi permintaan konsumen.


B.     Rumusan Masalah
            Dari latar belakang diatas, kami merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana morfologi Udang?
2.      Mengapa harus budidaya udang windu?
3.      Bagaimna cara membudidayakan udang windu?
4.      Bagaimana petunjuk teknis budidaya udang windu?
5.      Bagaimana pemberantasan hama dan penyakit terhadap udang?
6.      Bagaimana udang windu di panen?


7.       
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Morfologi Udang
a.       Bagian-bagian tubuh
            Dilihat dari luar, tubuh udang terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala, yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu. Oleh karena itu dinamakan kepala dada (cepholothorax). Bagian perut (abdomen) terdapat ekor dibagian belakangnya. Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala-dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas. Sedangkan bagian perut terdiri dari 6 ruas. Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota badan yang beeruas-ruas pula. Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar  yang disebut eksoskeleton, yang terbuat dari bahan chitin. Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini memudahkan mereka untuk bergerak.(Ahmad dan Rachmat, 1989:15)
                        Bagian kepala-dada tertutup oleh sebuah kelopak yang kita namakan kelopak kepala atau cangkang kepala (carapace). Di bagian depan, kelopak kepala memanjang dan meruncing, yang pinggirnya bergigi-gigi. Bangunan ini kita namakan cucuk kepala (rostrum). Di bawah pangkal cucuk kepala terdapat mata majemuk yang bertangkai dan dapat digerak-gerakan. Mulut terdapat di bagian bawah kepala di antara rahang-rahang (mandibula). Di kanan kiri sisi kepala, tertutup oleh kelopak kepala, terdapat insangnya. Di bagian kepala dada terdapat anggota-anggota tubuh lainnya yang berpasang-pasang. Berturrut-turut dari muka ke belakang adalah sungut kecil (antennula), rahang (mandibula), sirip kepala (scophocerit), alat-alat pembantu rahang (maxilla) yang terdiri atas 2 pasang, maxilliped yang terdiri atas 3 pasang, dan kakai jalan (pereiopoda) yang terdiri atas 5 pasang. 3 pasang kaki jalan yang pertama (kaki jalan ke-1, ke-2, ke-3) ujung ujungnya bercapit, yang dinamakan chela.  Di bagian perut (abdomen) terdapat 5 pasang kaki renang (pleopoda) yaitu pada ruas ke-1 sampai ke-5. Sedangkan pada ruas ke-6, kaki renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas atau ekor (uropoda). Ujung ruas ke-6 ke arah belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus).( Ahmad dan Rachmat, 1989:16-17)
b.      Alat kelamin
      Udang jantan dan udang betina dapat dibedakan dengan melihat alat kelamin luarnya. Alat luar kelamin jantan disebut petasma, yang terdapat pada kaki renang pertama. Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal. Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5. Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal kaki jalan ke-3. Alat kelamin primer yang disebut gonade terdapat didalam bagian kepala dada. Pada udang jantan yang dewasa, gonade akan menjadi testes yang berfungsi sebagai penghasil mani (sperma). Sedangkan pada udang betina, gonade akan menjadi ovarium (indung telur), yang berfungsi untuk menghasilkan telur. Ovarium yang telah matang akan meluas sampai ke ekor. Sperma yang dihasilkan oleh udang jantan pada waktu kawin akan dikeluarkan dalam kantung seperti lendir yang dinamakan spermatophora (kantung sperma). Dengan bantuan petasma, spermatophora diletakan pada thelicum udang betina, yang disimpan di situ sampai saatnya peneluran. Apabila udang betina bertelur, spermatophora akan pecah dan sel-sel spermanya akan membuahi telur di luar badan induknya.( Ahmad dan Rachmat, 1989:17-18)
c.       Sifat dan Kelakuan
1.      Sifat Nokturnal
Yaitu sifat binatang yang aktif mencari makanan pada waktu malam. Pada waktu siang mereka lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri di dalam lumpur maupun menempel pada sesuatu yang terbenam dalam air. Dalam keadaan normal yaitu apabla keadaan lingkungannya cukup baik, udang jarang sekali menampakkan diri pada waktu siang. Apabila di dalam suatu tambak udang tampak aktif bergerak pada waktu siang, ini menunjukan suatu tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Mungkin karena makanannya kurang, kadar garam mengikat, suhu naik, oksigen kurang, ataupun karena timbul senyawa-senyawa beracun, seperti asam sulfida (H2S), zay asam arang (CO2), amoniak (N2H3), dan lain-lain.(Ahmad dan Rachmat, 1989:18-19)
2.      Sifat Kanibalisme
Sifat yang umum pula terdapat pada udang adlah sifta kanibalisme. Yaitu sutu sifat suka memangsa jenisnya sendiri. Sifat ini sering timbul pada udang yang sehat, yang tidak sedang ganti kulit. Sasarannya udang-udang yang kebetulan sedang ganti kulit. Dalam keadaaan kekurangan makanan, sifat kanibalisme akan tampak lebih nyata. Sifat demikian ini sudah mulai tampak pada waktu udang masih burayak, yaitu mulai tingkatan mysis. Untuk menghindari kanibalisme, udang-udang yang sedang ganti kulit biasanya mencari tempat untuk bersembunyi. Ahmad dan Rachmat, 1989-19)
3.      Ganti kulit
Udang mempunyai kerangka luar yang keras (tidak elastis). Oleh karena itu, untuk tumbuh menjadi besar, mereka perlu membuang kulit lama, dan menggantinya dengan kulit baru. Peristiwa ini kita kenal sebagai pergantian kulit (ecdysis). Udang muda yang pertumbuhannya masih pesat, lebih sering berganti kulit dari pada udang dewasa. Dalam pembentukan kulit, yang sekaligus juga merupakan kerangkanya, unsur kapur atau kalsium (Ca) sangat diperlukan. Antara metabolisme unsur Ca, pertumbuhan, pergantian kulit, dan tekanan osmose terdapat hubungan yang sangat erat. Oleh karena itu, tersedianya unsur Ca di dalam lingkungan hidup udang merupakan syarat utama. Udang yang sedang berganti kulit sangat lemah. Oleh karena itu sngat mudah menjadi sasaran kanibalisme atau sasaran bintang-bintang pemangsa (predator). Secara alami, udang yang sedang berganti kulit selalu berusaha untuk mencari tempat persembunyian. Misalnya bersembunyi di dalam lumpur atau menylinap di balik rumpun-rumpun,( Ahmad dan Rachmat, 1989:21)
4.      Daya Tahan
Udang windu, terutama pada waktu masih berupa benih, sangat tahan terhadap perubahan kadar garam. Sifat demikian ini dinamakan ini dinamakan sifat euryhalin. Hal ini memungkinkan kita untuk memelihara mereka di berbagai macam tambak dengan berbagai macam tingkat kadar garam. Sifat lain yang menguntungkan juga adalah ketahanannya terhadap perubahan suhu. Sifat demikian kita kenal sebagai sifat eurythermal. Goncangan suhu yang agak besar biasanya terjadi pada waktu musim kemarau. Pada waktu siang suhu mungkin cukup tinggi (sekitar 31 derajat C), tetapi pada waktu malam suhu bisa turun hingga sekitar 22 derajat C.( Ahmad dan Rachmat, 1989-21)
d.      Makanan
                        Secara alami pemilihan terhadap jenis makanan sangat berlain-lain (bervariasi). Ini tergantung pada tingkatan umur udang yang bersangkutan. Pada waktu masih burayak, makanan utamanya plankton, baik plankton nabati maupun plankton hewani. Burayak tingkat neuplius masih belum perlu makanan, karena masih mempunyai cadangan makanan di dalam kantung kuning telurnya. Setelah menjadi zoea, mereka mulai mencari makanan, sebab persediaan makanannya sudah habis. Makanan zoea ini terdiri dari planktin-plankton nabati, seperti Diatomae (Skeletonema, Navicula, Amphora, dan lain-lain) dan Dinoflagellatea (Tetraselmis, dan lain-lain). Pada tingkat mysis, mereka mulai suka makanan plankton hewani, sperti protozoa, Rotifera. Setelah burayak mencapai tingkat post larva (burayak tingkat akhir), dan juga setelah menjadi udang muda (juvenil), selain makan makanan tersebut, mereka juga makan Diatomae dan Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan , anak tiram, anak tritip, anak udang-udangan lainnya, cacing Annelida, dan juga detritus. Udang dewasa suka makan daging binatang lunak atau moluska (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitu cacing Polyhaeta, udang-udangan, anak serangga. Di dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang tumbuh di tambak, seperti kelekap, lumut, plankton, dan binatang-binatang penghuni dasar perairan.( Ahmad dan Rachmat, 1989:21-22)
B.       Keunggulan Udang Windu
                        Udang windu merupukan salah satu komoditas bididaya unggulan di Asia (FAO,2008). Hal ini dikarenakan udang windu memiliki beberapa kelebihan, diantaranya memiliki ukuran panen yang lebih besar, rasa yang manis, gurih dan kandungan gizi yang tinggi. Besarnya potensi budidaya udang windu memacu para petambak untuk memaksimalkan produksi melalui sistem budidaya intensif. (Budiardi, 2005:153)
                        Diantara jenis-jenis udang penghuni tambak, yang paling banyak terdapat biasanya adalah udang werus (Metapenaeus monoceros), yang kemudian disusul oleh udang putih (Panaeus mergulensis). Atau aebaliknya di wilayah tertentu, dan di musim tertentu, lebih banyak udang putih dan udang api-api. Ditambak-tambak tertentu kadang-kadang banyak juga udang cendananya (Metapenaeus brevicoris). Jenis-jenis lainnya biasanya hanya sedikit dan tidak begitu berarti dilihat dari segi jumlahnya.
                        Dalam usaha pemeliharaan udang secara komersial, yang diutamakan hanyalah udang putih dan udang windu. Sebab hanya kedua jenis inilah yang bisa mencapai ukuran besar, dan pada dewasa ini mempunyai pasaran yang baik untuk ekspor.
                        Di antara udang putih dan udang windu, ternyata udang windu yang lebih banyak menarik perhatian. Padahal kalau di lihat dari jumlahnya, udang ini tidak termasuk jenis komersial. Hanya karena ukurannya yang bisa besar itulah maka mereka menjadi lebih unggul dibandingkan dengan jenis lainnya.
                        Jumlahnya yang hanya sedikit, disebabkan karena benihnya yang masuk kedapal tambak juga hanya sedikit, yaitu hanya 2-6% dari seluruh benih udang yang masuk keseluruh tambak. Apabila benihnya dapat dicukupi, maka dengan penebaran yang teratur, usaha pemeliharaannya akan lebih memuaskan.
                        Ditinjau dari daya tahannya terhadap pengaruh lingkungan. Udang windu juga lebih unggul, walaupun hanya menduduki tempat kedua. Sedangkan tempat pertama diduduki oleh udang werus, yang kadang-kadang masih tetap hidup walaupun sudah dijual di pasar-pasar. Udang putih termasuk yang paling lemah dan paling “cengeng”, alias mudah sekali mati.
                        Dengan daya tahannya yang tinggi terhadap pengaruh lingkungan, memungkinkan kita untuk memelihara udang windu dalam waktu yang cukup (5-6 bulan), hingga mereka dapat mencapai ukuran besar (king size), yaitu antara 80-100 gram/ekor. Sedangkan udang putih paling lama hanya dapat dipelihara 3 bulan, sehingga ukurannya pun belum besar-besar.
                        Di samping tahan terhadap pengaruh lingkungan selama masa pemeliharaan, benihnya pun ternyata cukup tahan selama dalam penampungan dan pengangkutan. Hal ini sangat membantu dalam usaha perdagangannya, sehingga bila kita menangani usaha pengadaaan benih, kita tidak begitu direpotkan dan kita pun masih bisa mendapat keuntungan. (Ahmad dan Rachmatun, 1989:12-14)
                        Udang yang terdapat dipasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdirri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai-sungai besar dan rawa-rawa dekat pantai. Udang-udang air tawar ini pada umumnya termasuk dalam keluarga palaemonidae sehingga para ahli sering menyebutnya sebagia kelompok udang palaemonoid. Contohnya yang terkenal adlaah udang galah (Macrobrachium ronserbergii). Udang laut sendiri, terutama terdiri dari udang-udang dalam keluarga panaeidae, yang bisa disebut udang panaeid oleh para ahli. Di samping itu terdapat juga udang-udang dari keluarga lain. Tapi umumnya kurang begitu populer seperti udang penaeid. Di antara mereka berasal dari keluarga palimuridae, Scyllaridae, dan suku Stomatopoda.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:1)
Udang Panaeid
                        Beberapa jenis udang panaeid yang terkenal dan sering tertangkap oleh para nelayan antara lain adalah:
a.       Udang windu (panaeus monodon)
Ganbar udang windu (cdn.bisniskum.com/2009/10/udang-panami.jpg)
      Dalam bahasa-bahasa daerah udang ini dinamakan juga sebagai udang pancet, udang bago, udang lotong, liling, udang baratan, udang palaspas, udang tepus, dan udang userwedi. Ujung kaki renang berwarna merah. Pada udang muda warna tersebut agak pucat. Pada badannya terdapat titik-titik hijau,. Kulitnya keras. Cucuk kepala (rostrum) tumbuh kuat sekali, ujungnya lengkung ke atas berbentuk seperti S. Gigi bagian ats 7 buah, sedangkan gigi bagian bawah buah, sehingga rumus gigi rostrumnya adalah 7/3. Biasa hidup diperairan pantai yang berlumpur atau berpasir. Terdapat diperairan laut antara Afrika selatan dan Jepang, dan antara Pakistan barat sampai ke Australia bagian utara.  Termasuk udang panaeid yang dapat mencapai ukuran besar, sehingga mencapai 34 cmpanjang dan 270 gram berat. Udang ini sering tertangkap dengan alat trawl, jaring klitik, pukat tepi, potol, cantrang dan dogol.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:2)
b.      Udang kembang (penaeus semisulcatus)
Gambar udang kembang (Ahmad dan Rachmatu, 1989:3)
      Udang ini dinamakan juga sebagi udang windu, udang pancet, udang manis, udang doang, sito. Sukar dibedakan dengan udang windu penaeus monodon. Termasuk udang niaga penting, yang diekspor ke Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negar lain di Eropa. Dalam dunia perdagangan, mereka mereka pun dijuluki juga “tiger prawn”, sehingga terkacau dengan P. monodon atau udang windu. Para petani tambak tidak suka udang kembang ini sebab di tambak tumbuhnya lambat. Benurnya di alam tercampur dengan udang windu, tetapi petani atau pedagang benur yang sudah berpengalaman tentu dapat membedakannya. Sungut kemerah-merahan. Baik kaki jalan maupun kaki renang berwarna kenerah-merahan (merah darah). (Ahmad, Rachmatun, 1989:3).
c.       Udang putih (penaeus merguiensisi)
Gambar udang putih atau udang jari (Ahmad dan Rachmatum, 1989:6)
      Dinamakan juga sebagi udang jrebung, udang kelong, udang penganten, udang perempuan, udang cucuk, udnag wangkang. Rumus gigi rostrum 5-8/2-5, pada umumnya 8/5. Bentuk rostrum memanjang, langsing, pangkalnya hampir seperti segi tiga. Warna badan putih sampai kuning. Terdapat bintik-bintik coklat dan hijau pada ujung ekor. Pada sungut yang pendek (antennula), terdapat belang-belang merah sawo. Kaki jalan dan kaki renangnya berwarna kekuning-kuningan atau kadang-kadang kemerah-merahan. Sungut yang panjang (antenna) berwarna kemerah-merahan. Sirip ekor atau ekor kipas ( uropoda) berwarna merah sawo matang dengan ujungnya kuning kemerah-merahan atau kadang-kadang sedikit kebiru-biruan. Kulit tipis, tembus cahaya. Dapat mencapai panjang badan 24 cm. Hidup di dasar perairan, terutama didaerah-daerah yang banyak bermuara sungai besar. Udang ini terdapat hampir di seluruh perairan Indonesia. Penyebarannya mulai dari daerah India sampai ke Kalionia dan Australiabagian utara.(Ahmad, Rachmatun, 1989:4-5)
d.      Udang jari (penaeus indicus longirostris)
Gambar udang putih atau udang jari (Ahmad dan Rachmatum, 1989:6)
      Seperti halnya udang penaeus merguiensis, udang ini pun dinamakan pula sebagai udang putih, udang jrebung, udang kelong, udang penganten, udang cucuk, dan udang wangkang. Dibandingkan dengan udang panaeus merguiensis, rostrum (cucuk kepala udang jari tampak mencolok panjang, baik pada udang muda maupun udang dewasa. Dengan bertambahnya umur, rostrumnya pun makin memendek. Sungutnya jelas berbelang-belang kuning coklat. Rumus gigi rostrum 7-9/4-5. Dalam keadaan hidup berwarna kekuning-kuningan, setengah tembus cahaya, dengan totol-totol biru. Bagian atas kelopak kepala (carapace) dan badannya berwarna sawo matang. Tangkai mata dan pangkal sungut kebiru-biruan. Sirip ekor atau ekor kipas (uropoda) berwarna biru dengan ujungnya berwarna merah cerah. Dapat mencapai panjang 22 cm. Hidup bergerombol dalam jumlah besar, terdapat di perairan dengan dasar lunak, yang biasanya berlumpur campur pasir di daerah-daerah yang banyak muara sungai besarnya.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:5)
e.       Udang werus (Metapenaeus monoceros)
Gambar udang Werus atau udang api-api (Ahmad dan Rachmatun, 1989:7)
      Dinamakan juga sebagai udang api-apai, udang kayu, udang impes, udang perus, udang kadhoro, udang suket, udang swallo. Walaupun dalam dunia ekspor tidak sepopuler jenis-jenis udang yang telah disebutkan terdahulu, namun dikenal juga nama perdagangannnya sebagai endeavor prawn.  Rostum sedikit lurus, agak mengarah ke atas, ujungnya sedikit melampaui pangkal sungut yang pendek. Bagian atas rostrum bergigi 9-12, bagian bawah tidak bergigi, rumus gigi rostrum 9-12/0. Kulit kesat lagi keras. Warnanya coklat muda sedikit tembus cahaya, kadang-kadang kemerah-merahan bertintik-bintik merah. Ujung kaki dan ekor kemerah-merahan, kecuali dua kaki jalan pertama yang berwarna putih. Dapat mencapai panjang 18 cm. Terdapat hampir di seluruh perairan pantai Indonesia. Sering masuk ke tambak-tambak. Tersebar mulai dari Afrika Timur sampai ke India dan Sri Lanka (Ceylon). Tertangkap dengan alat trawl, potol, centrang, pukat tepi, togo, jermal, tadah, sodo, dan bubu.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:6-7)
f.       Udang belang (parapenaeopsis sculptilis).
Gambar udang belang atau udang krosok (Ahmad dan Rachmatun, 1989:8)
      Dinamakan juga sebagai udang krosok, udang harimau atau udang loreng. Merupakan jenis terbesar di antara udang-udang parapenaeopsis lainnya. Termasuk udang kecil, dengan panjang total yang dapat dicapai 14 cm. Kulitnya keras dan kepalanya relatif besar (kurang lebih 40% dari seluruh badan). Warnanya coklat kemerah-merahan dengan garis-garis putih.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:8)
g.      Udang barong
      Udang barong dan saudaranya udang karang, termasuk udang laut dari keluarga Palimuridae yang mempunyai arti ekonomi penting juga, karena dapat diekspor. Akan tetapi jumlah hasil penangkapannya tidak sebanyak udang penaeid. Jenis-jenis yang sering tertangkap adalah udang barong atau udang gambar (panulirus versicolor), dan udang karang (panalirus dasypus). (Ahmad dan Rachmatum, 1989:9)
h.      Udang kipas
Gambar udang kipas
(www.indonetwork.co.id/alloffers/Agraris/perikanan/0/udang-kipas.html)
      Udang kipas (Scyllarus sp) yang dinamakn juga udang kepet atau udang pasir, sring digelari juga sebagai lobster pipih atau spanish lobster. Mereka termasuk dalam keluarga Scyllaridae, yang masih satu suku dengan keluarga Penaeidae, Palimuridae, dan Homoridae, yaitu suku Decepoda. Bentuknya gepeng, terutama kepalanya. Sungutnya berubah bentuk menjadi semacam sisik yang pipih. Matanya terletak dilekukan pada pinggiran batok kepala. Sering tertangkap sebagai hasil tambahan alat trawl pantai (cantrang dan dogol). (Ahmad dan Rachmatun, 1989:9-10)
i.        Udang Ronggeng
Gambar udang ronggeng
(www.iftifishing.com/blog/mancing/fishypedia/udang-lipan/)
      Udang ronggeng yang dinamakan juga udang peletas atau udang pengko, termasuk dalam suku stomatopoda. Bentuk tubuhnya menyerupai belalang sembah atau walang kadung (Mantis) sehingga mereka dijuluki mantis shrimp. Mereka kurang terkenal, karena ukurannya kecil-kecil, lagi pula jumlahnya tidak banyak. Tubuhnya terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Kakinya tiga pasang yang terletak pada ruas dada. Salah satu umbai-umbai mulut (maxilliped II) berubah bentuk menjadi kaki penangkap untuk memegang dan merobek mangsa.
Kadang-kadang kaki penangkap itu bergigi tajam, sehingga mudah melalui tangan kita. Kesukaannya hidup di dalam lubang yang digali sendiri di pantai yang berpasir lumpur tU di dalam celah-celah batu karang. Ada juga yang suka membenamkan diri begitu saja di dalam lumpur atau pasir. Dapat ditangkap dengan pancing jerat berumpan, yang dimasukkan ke dalam lubang persembunyiannya. Contohnya yang dapat kita jumpai adalah udang pengjo (Lysiosquilla maculata).(Ahmad dan Rachmatun, 1989:10)
C.       Cara Membudidayakan Udang Windu
         Budidaya udang di tambak merupakan kegiatan usaha pemeliharaan atau pembesaran udang di tambak mulai dari ukuran benih (benur) sampai menjadi ukuran yang layak untuk dikonsumsi.
1.      Sistem Budidaya Tambak
               Budidaya tambak untuk untuk memelihara ikan bandeng maupun udang di Indonesia sangat luas, ada kurang lebih 200.000 ha (1986) yang dimiliki dan diusahakan oleh petani. Kebanyakan usaha ini masih dikelola secara tradisional. Sejak dasawarsa terakhir ini, teknik intensifikasi tambak telah dikenal secara luas. Namun karena kemampuan permodalan sebagi masukan untuk inovasi dan tingkat keterampilan petani tambak tidak sama, maka perkembangan teknik pertambakan yang diterapkan saat ini pun berbeda-beda tingkatannya. Ada tambak yang masih diusahakan secara sederhana, dengan hasilnya yang masih rendah. Adapula tambak yang telah diusahakan secara sangat intensif dengan masukan modal yang tinggi dan hasilnya juga sangat tinggi, yaitu lebih dari 10 ton/ha/tahun. Adapun sistem budidaya udang yang dikenal sekarang, ada 3 tingkatan ialah: Budidaya ekstensif (tradisional), semi-intensif dan intensif.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:26-27)
a.       Sistem budidaya tradisional atau ektensif
         Petakan tambak pada tingkat budidaya ini, bentuk dan ukurannya tidak teratur. Luasnya antara 3 ha sampai 10 ha per petak. Biasanya setiap petakan mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut kesudut (diagonal). Kedalama caren itu 30-50 cm lebih dalam dari pada bagian lain dari dasar petakan yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi air sedalam 30-40 cm saja. Pada tempat ini akan tumbuh kelekap sebagai pakan alami bagi ikan bandeng dan udang. (Ahmad dan Rachmatun, 1989:27-28)
         Di tengah petakan di buat petakan yang lebih kecil dan dangkal sebagai petak untuk mengipuk nener yang baru saja didatangkan dari tempat lain. Nener dipelihara di dalam petak peneneran atau ipukan itu lamanya 1 bulan, sehingga cukup kuat untuk dibuyarkan ke dalam petak pembesaran yang yang luas itu. Cara membuyarkan cukup dengan membuka (merusak) tanggul petak peneneran tersebut, lalu nener berenang sendiri ke petak besar.
         Di Jawa Timur, rekayasa tambak tradisional telah lebih maju. Di sini beberapa petak tambak disusun menjadi suatu unit, seperti terlihat pada tipe porong dan tipe taman. Susunan dalam unit tersebut dimaksudkan untuk dapat mengadakan pengaturan air secara lebih, di samping juga didisain untuk lebih memudahkan pengelolaannya.
         Tipe porong terdapat pada daerah delta sungai Brantas, Kabupaten Sudiarjo, Jawa Timur. Air dari saluran di tampung di dalam petak pembagi air yang berbentuk bujursangkar dan lebih dalam daripada petakan yang lain. Pada petak pembagi itu dibuat pintu-pintu air untuk menghubungkan dengan petak-petak lainnya. Pada waktu panen, petak pembagi air itu berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan ikan bandng.( Ahmad dan Rachmatun, 1989:28-29)
         Tipe taman terdapat di daerah aliran sungai Porong, wilayah kecamatan Taman, juga di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Tipe ini sangat mirip dengan tipe porong karena juga terdiri gabungan beberapa petak tambak. Hanya saja tambak disini disesuaikan dengan kondisi daerah setempat yang airnya sulit diperoleh, karena elevasi lahan agak tinggi dan agak jauh dari pantai. Setiap unit tambak mempunyai penampung air yang disebut jalonan. Bentuk jalonan ini seperti saluran memanjang. Di tengah-tengah saluran tersebut dibuat gutekan yaitu bagian yang sempit dan lebih dalam untuk membagi air ke seluruh petakan. Pada musim kemarau seluruh bagian pelataran tambak biasanya kering. (Ahmad dan Rachmat, 1989:30)
         Tambak tipe jawa barat, porong, dan taman itu masih diusahakan secara ekstensif (tradisional). Ikan bandeng di sini hanya dipelihara dengan padat penebaran rendah, tergantung dari pakan alami. Hasilnya hanya berkisar antara 300 kg sampai 500 kg/ha/tahun. Udang hanya sebagai hasil tambahan yang tidak sengaja dipelihara, karena benihnya masuk sendiri dari laut terbawa air pasang yang masuk ke dalam tambak.
         Pada tambak tradisional, semula tambak tidak dipupuk sehingga produktifitas semata-mat tergantung dari makanan alami yang kelebatannya tergantung dari kesuburan alamiah pula. Pemberantasan hama juga tidak dilakukan, sehingga benih bandeng yang dipelihara banyak yang hilang atau mati. Akibatnya produktivitas semakin rendah.
         Barulah setelah pemerintah mengadakan kegiatan penyuluhan yang semakin intensif, sejak awal tahun 1970 an, para petani tambak mulai mengenal teknik pemupukan dan memberi makanan tambahan walaupun baru berupa dedak atau hasil limbah pertanian lainnya. Sejak dasa warsa itu pula, para petani tambak semakin sadar akan perlunya pembaharuan cara pengelolaan tambaknya. Akhirnya mereka tidak saja memlihara ikan bandeng tetapi juga mengusahakan agar produksi udang di tambaknya dapat meningkat. Maka dimulailah tahapan tambak semi-intensif.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:31)
b.      Sistem budidaya semi-intensif atau tradisional yang diperbaiki
         Metoda atau sistem budidaya ini merupakan peningkatan atau perbaikna dari sistem tradisional atau ekstensif yaitu dengan memperkenalkan bentuk petakan yang teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengelolaan airnya. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha per petakan.
         Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air (outlet) yang terpisah untuk  untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Suatu car diagonal denga lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa) pemasukan (inlet) ke arah pintu (pipa), pengeluaran (outlet). Dasar caren itu miring ke arh outlet untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang wakti di panen. Caren itu kedalamannya selisih 30-50 cm dari bagian pelataran tambak sehingga bila petak berisi penuh air, kedalaman air di caren mencapai 1 m atau lebih. Air yang dalam itu menyebabkan suhu di dasar caren tetap dingin pada siang hari yang terik sehingga menjadi tempat berteduh bagi udang.
         Ada juga petani tambak selain membuat caren menyudut juga membuat caren di sekeliling pelataran. (Ahmad dan Rachmat, 1989:31-32)
         Seperti halnya tambak tradisional, pada budidaya tambak semi-intensif ini orang memelihara campuran ikan bandeng dan udang atau disebut polikultur. Baru pada perkembangan lebih lanjut, pada dasa warsa 1980 an, di tambak semi=intensif itu petani cenderung hanya memelihara udang saja khususnya udang windu atau disebut monokultur. Benih udang (benur) yang sengaja ditebarkan di tambak itu dengan kepadatan 20.000 ekor /ha sampai 50.000 ekor/ha/musim. Berdasarkan pakan tersebut produksi tambak udang semi-intensif hanya dapat mencapai 600 kg-800 kg/ha/musim. Tetapi ukuran udang yang dipanen cukup memenuhi syarat untuk ekspor yaitu 25-30 ekor/kg. Lama pemeliharaan 4-5 bulan.( Ahmad dan Rachmat, 1989:33)
c.       Sistem budidaya intensif
         Budidaya udang intensif dilakukan dengan teknik yang canggih dan memerlukan masukan (input) biaya yang besar. Sebagai imbangan dari masukan yang tinggi, maka dapat dicapai volume produksi yang sngat tinggi pula. Petakan umumnya kecil-kecil, 0,2-0,5 ha per petak. Maksudnya supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih mudah. Kolam atau petak pwmwliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa. Atau dindingnya saja dari tembok sedangkan dasar masih tanah. Ciri khas dari teknik budidaya intensif ini ialah padat penebaran benur sangat tinggi yaitu 50.000 sampai 600.000 ekor/ha. Makanan sepenuhnya tergantung dari makanan yang diberikan denagan komposisi yang ideal bagi pertumbuahan udang.
         Kotoran-kotoran baik yang dikeluarkan oleh udang sendiri maupun hasil pembusukan sisa-sisa pakan di dalam air akan merangsang mikroorganisme yang dapat menyebabkan sakitnya udang.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:35-37)
         Pembinaan untuk intensifikasi tambak, untuk meningkatkan produksi udnag dari cabang usaha budidaya di tambak, kira dapat menempuhnya dengan dua cara yaitu:intensifikasi tambak udang dan perluasan areal tambak baru (ekstensifikasi).
        Untuk mengusahakan tambak, dahulu kita mengenal apa yang dinamakan panca usaha tambak, yaitu lima macam kegiatan pokok yang harus kita laksanakan, agar usaha kita dapat berhasil dengan baik. Kelima macam kegiatan tersebut terdiri dari:
a.       Perbaikan saluran atau pengairan
b.      Pengolahan pupuk
c.       Pemakaian pupuk
d.      Pemberantasan hana
e.       Penyediaan benih yang cukup.
        Untuk selanjutnya ketujuh macam kegiatan dinamakn sebagi sapta usaha budidaya tambak, yang terdiri dari:
a.    Konstruksi tambak
b.    Pengaturan air
c.    Pengolahan tanah, pemupukan, dan pemberian makanan tamabahan
d.   Pemberantasan hama
e.    Penebaran benih
f.     Pemasaran hasil
g.    Tatalaksana usaha.
(Ahmad dan Rachmatun, 1989:38-39)
2.      Lokasi Untuk Budidaya Udang
a.       Potensi Lahan
               Pertambakan di Indonesia dibuat disepanjang pantai yang semula berupa rawa hutan bakau. Dengn perkembangan teknologi budidaya modern, lahan pantai yang berpasir, berlahan pedas, bahkan yang bertahan gambut dapat juga dibuat pertambakan untuk ekspor. Di Indonesia terdapat kurang lebih 250.000 ha tambak (1987) yang telah diusahakan untuk memelihara ikan bandeng maupun udang. Menurut perhitungan berdasarkan survei bersama antara Direktorat Jendral Perikanan dengan Pusat Penelitian Perikanan (1985) luas lahan dataran pantai yang potensial untuk dibuat tambak, khususnya yang terdiri dari hutan bakau ada kurang lebih 4,3 juta ha. Tidak seluruhnya hutan bakau itu boleh untuk diubah menjadi hutan bakau boleh diubah menjadi tambak, melainkan dicadangkan 10-2-% saja, yang berarti seluas 420.000-840.000 ha. Maksudnya supaya keseimbangan ekolohi perairan pantai tidak terganggu.( Ahmad dan Rachmatun,1989:43)
   Kritreia lahan yang bukan hutan bakau dibuat tambak untuk budidaya udang yaitu:
1.      Harus ada sumber pengairan yang cocok untuk penghidupan udang
2.      Lahannya memungkinkan untuk dibuat perkolaman dengan biaya yang memadai
3.      Tersedia teknolohi dan peralatan untuk penyelanggaraan rekayasa (engineering) perkolamn dan pengairan. Misalnya, ada pompa, cukup tersedia energi listrik dan BBm, dan lain-lainnya
4.      Tersedia tenaga kerja yang terampil dalam pengelolaan tambak udang
5.      Tidak boleh diabaikan pula tentang tataguna lahan secara menyeluruh di suatu wilayah, agar tidak terjadi  kerugian di kemudian hari.(Ahmad dan Rachmatun,1989:45)
b.      Kriteria Lahan untuk pertambakan
         Pada lahan masih  dikatakan potensi pada suatu wilayah desa atau kecamatan tertentu,, haruslah dipelajari secara rinci sifat-sifat lahan tersebut. Dengan cara demikian dapat menentukan suatu rancangan terletak suatu unit usaha pertambakan yang lengkap, yaitu terdiri dari:
a.       Beberapa petakan tambak untuk berproduksi
b.      Saluran-saluran suplai air dan pembuangan
c.       Adanya suplai air tawar dari sungai atau dari sumur artesis atau sumur pompa yang memadai
d.      Pemasukan air asin dari laut yang mencukupi kebutuhan
e.       Ada kolam pengendapan air, bila air keruh
f.       Ada tempat untuk mendirikan gudang, generator listrik dan kendaraan.
   Kriteria yang sangat penting itu adalah:
a.    Sumber pengairan tambak
b.    Topografi lahan
c.    Fluktuasi pasang surut
d.   Tanah
e.    Vegetasi
f.     Jalan dan komunikasi
g.    Ketersediaan sarana
   Beberapa persyaratan untuk lahan pertambakan yang disebutkan di bawah ini merupakan persyaratan yang sangat idealuntuk tambak, yaitu:
a.    Perbedaan pasang surut antara 1,5-2 m, sedangkan air laut tidak keruh berlumpur
b.    Dataran pantai tidak bergerak maju ke arah laut karena proses pengendalan (silasi)
c.    Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, tapi kandungan pasirnya tidak lebih dari 20%. Selain itu tanah juga tidak ngroks (porus)
d.   Areal tambak dekat dengan pantai (tambak lanyah) dan dekat pula dengan muara sungai
e.    Petakan tambak dapat diairi sepanjang tahun, atau setidak-tidaknya selama 10 bulan dalam setahun
f.     Kadar garam airnya berkisar antara 15-30 permil.(Ahmad dan Rachmatun,1989:45-52)
3.      Tata letak, Disain, dan Konstruksi Tambak
1.      Tata letak
a.       Petak-petak pertambakan minimum harus 50 m dari garis pantai. Dalam jarak lebar 50 m itu hendaknya dipelihara/dilestarikan jalur hijau yang bisa berupa tumbuhan pohon api-api dan atau bakau.
b.      Unit tambak harus minimum berjarak 15 m dari tepi sungai, dan terpelihara sebagai jalur hijau juga untuk mencegah longsor.
c.       Saluran pemasok air hendaknya terpisah dengan saluran pembuangan
d.      Saluran hendaknya tidak memotong tegak-lurus terhadap kontur lahan. Ini untuk mencegah penggusuran dasar dan supaya gerakan air tidak terhambat.
e.       Pembuatan saluran-saluran harus mengingat kepentingan atau tidak mengganggu kepentingan perolehan air nagi pertambakan (milik orang lain) di sekitarnya.( Ahmad dan Rachmat,1989:54-55)
               Penentuan lokasi menurut Soetarno (1989:3-7) dalam menentukan lokasi untuk pengembangan pemeliharaan udang windu perhatikan petunjuk dibawah ini:
a.    Keadaan populasi di perairan sekitarnya, populasi harus cukup padat dan tersedia sepanjang tahun
b.    Keadaan perbedaan pasang surut harus  ukup tinggi
c.    Jarak lokasi dari pantai maksimal 1 km, lokasi harus perlindung dari gangguan ombak. Hutan bakau selebar 15 meter dapat melindungi tambak dari gangguan tombak
d.   Tekstur tanah dasar hendaknya terdiri dari tanah liat yang memadat dengan endapan debu di atasnya tidak terlalu tebal
e.    Kadar garam (salinitas) air yang optimal ialah antara 24-30 per mil
2.      Desain dan kontruksi
1.      Bentuk petakan
   Petakan tambak yang baik berbentuk empat persegi panjang, sisi panjangnya sebaiknya maksimum 150 m supaya pemasukan air dari satu sisi ke sisi yang lain, bisa menimbi=ulkan arus yang masih cukup kuat. Lebar petakan (sisi pendek) sebaiknya seragam agar memudahkan dalam pemanen. Harus menjadi pertimbangan juga arah amhim yang bertiup secar mencolok.( Ahmad dan Rachmatun,1989:59)
   Macam-macam petakan tambak:
a.       Petak pendedaran
         Gunanya untuk mengipuk (mendeder) benih ikan bandeng atau udang yang masih amat lembut, selama 1 bulan. Petakan ini ukurannya kecil saja, kira-kira 1% dari luas seluruh petakan pembesaran. Kedalaman petakan ini 30 cm-50 cm.
b.      Petak penggelondongan
         Ukurannya 10% dari luas petak pembesaran. Kedalamannya 60 cm-75cm.
2.      Saluran tambak
a.       Saluran utama, disebut juga saluran primer. Saluran ini mengalirkan atau mengambil air langsung dari laut atau dari suatu sungai besar yang airnya payau
b.      Tanggul utama, merupakan batas unit tambak dengan lahan luarnya. Tanggul utama yang berbatasan dengan laut dan sungai harus cukup lebar dan tinggi sebab berfungsi menahan banjir.
c.       Tanggul tersier, memisahkan antara 2 petak tambak. Lebar atas minimum 1 m. Kemiringan lerengnya 1:1 atau 1:2
d.      Pintu air, lebar dan tinggi pintu air disesuaikan dengan lebar saluran dan tinggi tanggul saluran. (Ahmad dan Rachmatun,1989:67-77)
D.  Petunjuk Teknis Budaya Udang windu
1.      Persiapan
      Persiapan tambak bertujuan agar dasar tambak memiliki kandungan bahan organik (baik padat maupun gas) dan bahan cemaran lainnya yang rendah dan sekaligus memiliki ekosistem yang baik sehingga pemakaian oksigen didasar menjadi rendah. Kegiatan persiapan tambak dilaksanakan mulai dari pengangkatan lumpur kotor sampai siap tebar yang meliputi fisika, kimia, dan Biologi dengan perinciam sebagai berikut:
a.       Pemasangan tanggul tumbak dan saluran pembawa kwarter
b.      Pengangkatan lumpur tambak keluar dalam keadaan basah (tidak terndam air) dan dasar tambak dibalik stebal kurang lebih 10 cm. Lumpur disarankan dibuang keluar jauh dari tambak
c.       Perbaikan tanggul tambak dan saluran serta perbaikan inlet dan outlet
d.      Pengeringan dasar tambak sampai retak-retak
e.       Perendaman 30 cm dan dibiarkan 3-7 hari lalu dibuang
f.       Pengapuran dasar menggunakan CaCo3 0,5-1,0 ton/0,5 ha (tergantung PH tanah)
g.      Pemasangan seringan inlet dan outlet serta jembatan anco.
h.      Pemasangan kincir/MTO2 dalam keadaaan dasar tambak tidak ada air dan letaknya disesuaikan dengan kebutuhan
i.        Pengisian air berasal dari tambak pelakuan dengan memberikan Ca (OH)2 dan aerasi sampai ketinggian 60 cm
j.        Kincir dijalankan siang malam untuk mengaerasi dasar tambak (kondisioning), pada saat ini masukkan bakteri melalui proses fermentasi yang berfungsi untuk mengurangi bahan organik di dasar sekaligus juga sebagai penumpukan
k.      Penambahan air sampai ketinggian minimal 80 cm dan bilamana plankton belum tumbuh dilakukan pemupukan dengan NPK dan TSP
l.        Pemberian teaseed 15 ppm pada siang hari sekitar pukul 10.00 WIB
m.    Apabila air sudah stabil plankton tumbuh dan kecerahan 30-40 cm selanjutnya diukur COD, bahan organik dan PH air untuk menentukan waktu tebar (disamping itu diukur juga logam berat dan pestisida/jika memungkinkan).
Catatan:
a.      Bersamaan dengan menyiapkan tambak budidaya juga disiapkan tambak tandon dan tambak perlakuan dengan kwalitas yang sama
b.      Apabila dasar tambak tidak bisa kering maka didaerah yang banyak airnya harus diberi disinfectant untuk mematikan udang liar (kapont, kapur tohor, portas)
c.       Pemakaian kincir/MTO2 tergantung padat tebar. Apabila padat tebar dibawah 80/000 ekor/HA/MT tidak usah menggunakan kincir/MTO2. (Tatang,1996:1-2)
              Persiapan tambak menurut Soetarno (1989:16) persiapan tambak meliputi langkah-langkah pekerjaan ringan, peracunan dan pengolahan tanah dsar, pemupukan tidak dilakukan, pengeringan dan pengolahan tanah dimaksudkan untuk memperbaiki tata udara tanah, peracunan hanya dilakukan terhadap genangan-genangan untuk memberantas ikan buas atau liar, dan persiapan tambak ini dilakukan pada petak penerapan/pembenihan dan petak pembesaran.
2.      Penebaran Benur
      Benur merupakan salah satu komponen produksi yang menentuka keberhasilan budidaya udang, makin baik mutunya peluang keberhasilannya makin besar. Oleh karena itu pemilihan benur harus dilakukan dengan baik. Adapun prosedur penebaran banur adalah sebagai berikut:
a)    Seleksi Benur
Seleksi benur dilakukan minimal 3 hari sebelum penebaran, dengan acuan sebagai berikut:
a.       Pertumbuhan benur normal atau standar
STADIA
PANJANG (MM)
BERAT (MGR)
PL 10
7,7
1,5
PL 13
8,8
1,9
PL 15
11,3
2,2
b.      Ukuran seragam
c.       Sehat:
1.      Organ tubuh lengkap
2.      Ridak ada gejala penyakit (Visual maupun laboratories)
3.      Kulit luar bersih (transparan)
4.      Usus penuh dan berwarna gelap
5.      Menempel pada substrat
6.      Gerakan lincah menentang arus dan responsif terhadap rangsangan
7.      Uropoda (ekor) mengembang
d.      Survival Rate (SR) di Hatchery tinggi minimal 25%
e.       Umur di Hatchery telah cukup dengan ciri ekor benur telah mengembang
f.       Test fisik (Stress) Kimia dan Biologi normal
g.      Prioritas sala benur dari induk matang telur alam atau turunan kedua dari matang ablasi.
Tabel macam-macam perlakuan untuk mengetahui ketahanan benur
Perlakuan
Kondisi Awal
Kondisi Akhir
Penilaian
Fisik:
Diaduk rta

Air sample
tenang

Air sample ada
gerakan (arus)

90% benur sample
tegar dalam 2 jam
Kimia:
1.      Salinitas

2.      Formalin

30 ppt

0 ppm

15 ppt

100 ppm

90% banur sample
tetap normal
lebih dari 90%
benur tetap hidup
Biologi:
Vaksin

Dilakukan di bak benur 3 hari sebelum tebar


Benur yang hidup adalah yang tahan
b)   Adaptasi Benur
a.       Box berisis benur dibiarkan kurang lebih 3 menit diatas permukaan air tambak
b.      Kemudian dibuka dan dimasukkan air tambak kedalam box benur secara perlahan-lahan dan diaduk. Penambahan terus dilakukan hingga perbandingan air tambak dengan air box benur =1:1 pada waktu adaptasi sebaiknya diberi vitamin, misalnya staunner 0,5 ppm
c.       Selanjutnya biarkan selama kurang lebih 25 menit
c)    Penebaran
     Bilamana benur d box sudah tersebar (tidak mengunpul di dasar box) dimiringkan masuk ketambak dan benur dibiarkan keluar sendiri.
Catatan:
1.      Kwalitas air hatchery dan air tambak diketahui terlebih dahulu
2.      Sehari sebelum penebaran aplikasi bakteri di tambak 0,5-1,0 ppm
3.      Sebaiknya stelah air dinilai bagus maka paling lama 2 minggu benur harus tebar.(Tatang,1996:3-5)
3.      Pemelihara
            Kegiatan pemeliharaan udang merupakan kegiatan mengkombinasikan faktor-faktor produksi atau sumber daya. Sasarannya supaya benur yang sangat kecil dapat tumbuh berkembang menjadi ukuran konsumsi selama 4 bulan tanpa ada gangguan penyakit. Memelihara udang akhir-akhir ini sangat surit karena adanya keruksakan ekosistem tamba, oleh karena itu siapapun pengelolanya memerlukan kerja yang ekstra teliti. Pemeliharaan udang ditambak terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.      Management pakan
a.       Standar mutu pakan yang baik
a). Teruji
b). Aroma normal, tidak tengik/apek
c). Warna seragam (kecoklatan)
d). Ukuran seragam sesuai nomor diet dan tidak berdebu
e). Tidak berjamur
f). Tenggelam di air
g). Stabilitas di air 3 jam
h). Kemasan rapih, tidak bocor/rusak
b.      Kontrol pakan
            Untuk mengetahui pakan yang disebarkan ke tambak sudah habis atau belum sangat sulit karena kegiatan udang ada didalam air dan dasar tambak banyak yang berlumpur. Oleh karena itu berdasarkan pengalaman pertambak selama ini ada cara yang dapat digunakan untuk mengetahuinya yaitu dengan anco. Tambak yang luasnya rata-rata ½ ha dipasang anco minimal 4 bulan. Pada waktu menyebarkan pakan ditambak maka anco harus diberi pakan sebanyak 1% per anco dan total pakan yang diberikan. Mengenai lamanya habis pakan dianco yang dikaitkan dengan besarnya udang dapat dilihat pada tabrl dibawah ini:
No
Ukuran Udang (gram)
Waktu (jam)
1.
1-10
2
2.
11-20
1,5
3,
21 keatas
1

      Apabila waktunya habis ternyata pakan diseluruh anco masih ada maka harus diwaspadai ada apa-apa dilingkungan tambak menghadapi kasus ini tindakan darurat yang paling bijaksana adalah mengurangi jumlah pakan, dan selanjutnya mengadakan evaluasi pada mutu air dan dasar tambak serta kondidi udannya.
c.       Metode pemberian pakan
            Metode pemberian pakan yang meliputi banyaknya pakan dan frekuwensi pemberian perharibserta banyaknya pakan tiap non pakan tergantung merk. Untuk itu mengenai metode pemberian pakan harus dilihat dari brosur atau berdasarkan petunjuk teknis pakan yang bersangkutan.(Tatang, 1996:6-8)
2.      Management lingkungan
      Yang dimaksud lingkungan tambak meliputi air dan substrat dasar baik fisik, kimia maupun biolohi yang disebut ekosistem tambak. Pada bydidaya udang ekosistem tambak secara kontinu diusahakan bagus sehingga akan menghasilkan pertumbuhan yang normal sampai panen. Pengalaman selama ini membuktikan bilamana udang prinsip pencegahan lebih baik dari pengobatan harus secara konsisten ditetapkan. Parameter lingkungan tambak yang bisa dimonitor dan konsentrasi yang dibolehkan dapat dilihat pada tabel berikut:
Jenis
Konsentrasi
Jenis
konsentrasi
pH
>8-8,4
COD
40-125 ppm
Redox
< -40
Do
>5ppm(didasar)
Kecerahan
30-40cm
NH3
0,25 ppm(pk:19.00)
Alkalinity
(HCO3)
<100 ppm
NO2
< 01 ppm
Salinitas
12-25 derajat/00
H2S
< 0,01 ppm (pk 04.00)
Suhu
26-32 derajat C

Namun sering terjadi antara data lingkungan hasil monitoring bertentangan dengan kondisi udangnya jeelek atau mati, dan sebaliknya. Oleh karena itu hasil pengukuran parameter harus dilakukan cross chek dengan keadaan udangnya. Dibawah ini diuraikan beberapa tanda yang bisa dijadikan indikator untuk diwaspadai akan terjadi masalah pada udang sebagai berikut:
a.       pH air
      pH air tambak yang normal antara 1,5-8,5. Apabila pH air dibawah dan diatas standar maka keadaan tambak terjadi keruakan (H2S dan NH3), dan harus diambil langkah.
a). Penggantian air dari reservoar
b). Kalau pH rendah pengapuran
c). Kalau pH tinggi pemberian bakteri (melalui fermentasi = berasarkan petunjuk brosur)
d). Kalau langkah diatas tidak membantu maka aerasi kedasar tambak ditinggalkan.
b.      Udang liar/mati
      Akhir-akhir ini menunjukan udang liar lebih lemah dari udang windu, sering trejadi udang lainnya mati namun udang windunya masih sehat. Hal ini menunjukan permasalahan perairan tambak sekarang lain dengan permasalahan tambak pertama operasi. Dahulu udang liar lebih tahan dari udang windu. Seandainya ditemukan udang (liar/rebon, api-api, mentil dan lain-lain) lemah maka segera kita mengupayakan langkah-langkah:
a). Penggantian air dari reservoar
b). Pemberian bakteri (melalui fermentasi)
c). Kalau langkah-langkah diatas kurang berpengaruh maka dapat ditingkatkan aerasi didasar tambak.
c.       Warna plankton
      Apabila warna plankton hijau tua, hijau mati atau diikuti jernih maka harus segera dilakukan langkah-langkah:
a). Penggantian air
b). Pemberian aerasi ditingkatkan terutama malam hari
c). Penambahan pupuk NPK dan disebar merata.
d.      Udang pemeliharaan
      Apabila udang yang dipelihara mati biasanya didahului gejala napsu makan kurang,usus terputus-putus, usus kosong, lemah dan minggir. Cuma sering terjadi teknis kurang kontrol sehingga udang sudah mati atau kondisi tambak sudah parah baru diketahui. Oleh karena itu setiap teknisi tiap saat harus kontrol keadaan udangnya sehingga permasalahannya diketahui lebih jauh bahwa keadaan lebih dini dapat diketahui dengan mencium bagian ventral udang. Kalau udang bau tanah yang kuat berarti sudah terjadi kondisi buruk didasar tambak. Langkah-langkah yang dianjurkan:
a). Ganti air
b). Pemberian bakteri pengurai
c). Aerasi sampai kedasar tambak
d). Pengurangan pakan sampai udang sehat kembali
e). Dalam pakan ditambahkan vitamin C
      Apabila udang ekornya geripis atau antene putus menandakan dasar tambak kotor, langkah-langkah yang dianjurkan:
a). Ganti air
b). Pengapuran CaCO3 agak kasar (80-150 mesh)
c). Pada ransum diberikan 3 ppm OTC 3-5 hari.
      Apabila udang kanibal saling memakan sesamanya (yang sedang moulting) biasanya disebabkan karena kekurangan karena protein khewani pada ransumnya, langkah yang dianjurkan dengan memberikan rebon/ikan rucah yang segar.
      Apabila insang udang kelihatan warna kuning atau kecoklatan maka disarankan pemberian OTC atau Chloramphenicol 3-5 ppm pada ransum selama 5 hari berturut-turut.
e.       Penerbangan burung
      Burung dapat juga dipakai tanda adanya masalah ditambak pemeliharaan. Udang yang bermasalah biasanya naik kepermukaan dan berenang kepinggir, hal ini lah yang menarik burung terbang diatas untuk memangsa udang yang naik kepermukaan tambak.
      Beberapa kegiatan dalam management lingkungan adalah: penggantian air, aerasi, pengapuran, pemberian bakteri pengurai, pemupukan, yang secara rinci sebagai berikut:
a). Penggantian air
      pada budidaya udang intensive sekarang ini tidak ada standar penggantian air baik harian, mingguan, maupun bulanan. Frekwensi dan banyaknya penggantian air disesuaikan dengan kebutuhan, hal ini disebabkan karena perlakuan yang diberikan sangat intensive terutama aerasi, kapur dan bakteri pengurai. Walaupun demikian hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
a). Penambahan dan penggantian air melalui sistem tertutup
b). Pada bulan pertama (0-30) Hari untuk pemeliharaan tidak ganti air, kecuali menambah.
c). Kalau pH air diatas 9,0 bisa ganti atau cukup menambah air
d). Kalu air jernih boleh menambah air dari tambak lain yang sehat dn planktonnya padat.
e). Satu hari beberapa kali pembuangan kotoran dari outlet selama kurang lebih 5 menit.
Cara mengolah tambak untuk budidayakan udang
Tambak
Perlakuan
Tambak
Pengendapan
Tambak
Budidaya
                                                                                                   air   
                            air                                  air                                     baru       laut
                            baru                             baru
 


                                             Air buangan  
                   b). Aerasi
     memperhatikan kondisi air baku dan dasar tambak yang terus merosot mutunya maka bagi tambak intensive pemakaian aerasi sangat diperlukan. Tiap petak 0,5 ha memerlukan minimum 8 unit dan harus mampu mengarasi dasar tambak. Pemakaian aerasi dihentikan ½ jam setelah dan sebelum pemberian pakan.
c). Pengapuran
                 kapur digunakan ditambak budidaya untuk sanitasi, penyangga pH dan sumber mineral. Kapur yang digunakan jenis CaCo3 atau kapur pertanian dengan mesh 400, baik untuk kapur dasar maupun susulan
                 pengapuran dasar diberikan 0,5-1,0 ton/0,5 ha (sesuai pH tanah) sedangkan susulan tergantung kebutuhan. Aplikasi kapur susulan biasanya pada malam hari.
d). Bakteri pengurai
                 pada budidaya udang intensive saat ini bakteri pengurai dimasukan dalam paket teknologi. Tujuannya disamping untuk menguraikan bahna organik dan organik toxic juga dipakai untuk menurunkan ph air dan penumpukan. Jumlah dan frekwensi pemberian bakteri pengurai tergantung atau disesuaikan dengan brosur atau petunjuk teknis pedagang ,
e). Pemupukan
                 penupukan bertujuan menyediakan nutrient bagi pertumbuhan plankton, biasanya digunakan NPK dan TSP. Pemakaian pupuk disesuaikan kebutuhan terutama pada saat kepadatan plankton rendah dengan kecerahan diatas 50 cm. Perairan tambak yang ekosistemnya bagus/normal pemberian pupuk tidak diberikan karena tambak tersebut mampu mnyediakan nutriet.(Tatang, 1996:8-14)
     Penebaran benih dan pemeliharaan menurut Soetarno (1989:16-17) bahwa:
a.       pemeliharaan udang windu secara intensif dilalui melalui dua tahapan yaitu pembenihan post larva berumur 22 hari sampai juvinela dan pembesaran juvenile/tokolan sampai ukuran konsumsi. Pada penebaran dalam petak peneneran atau pembenihan berkisar antara 100-150 ekor post larva per meter persegi luas permukaan air.
Gambar post larva berumur 22 hari dipindahkan ke tambak pembesaran. (Soetarno, 1989:16)
b.      Penebaran dilakukan secara merata di seluruh permukaan tambak untuk menghindari timbulnya sifat kanibalisme.
c.       Lama pemeliharaan benih 40-50 hari
d.      Selama masa pemeliharaan beralih makanan tambahan berupa daging kerang yang dipotong kecil-kecil sebanyak 205 dari berat total Udang yang dipelihara. Persentase pemberian makanan ini dikurangi sesuai dengan kenaikan berat udang . pada 15 hari pertama, makanan diberikan 2x sehari yaitu pagi dan sore. Selanjutnya hanya diberikan 1x pada sore hari.
e.       Setelah 50 hari dipetak pembesaran, antara 15-20 ekor permeter persegi luas permukaan air.
f.       Selama masa pemeliharaan udang diberi makanan tambahan berupa cincangan daging ikan atau udang yang murah sebanyak 60% dari berat total udang yang dipelihara. Makanan diberikan 2x sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Jumlah makanan ini dikurangi persentasenya sesuai dengan kenaikan berat badan.
g.      Lama pemeliharaan 4-5 bulan.
Gambar memberi makanan tambahan selama masa pemeliharaan (Soetarno, 1989:17)
E.   Pengendalian Hama Penyakit Pada Udang
               Hama adalah hewan yang memangsa udang dan dalam memangsa bisa sekaligus atau sedikit demi sedikit. Pengendalian hama pada budidaya udang sangat mudah, karena kama memiliki daya tahan yang berbeda dengan udang terhadap sesuatu jenis racun. Dengan pemberian teasead atau akar deris yang bahanaktipnya rotenon hama udang akan mati.
        Penyakit adalah mikro organisme yang hidup pada tubuh udang (internal atau external) dan mengganggu kehidupan udang secara phisik. Ada tiga cara serangan penyakit yaitu:
1.      Merusak organ tubuh
2.      Mengeluarka secresi yang bersifat racun dalam tubuh udang
3.      Menghisp zat makanan (parasit)
        Penanggulangan penyakit yang menyerang udang biasana menggunakan anti biotik. Namun kalau penyakitnya disebabkan karena virus maka penanggulangannya akan susah. Penyakit MBV, Yelow head dan whitw spote hingga saat ini belum ada obat yang manjur. Dan penanggulangan dengan obat-obatan akan memerlukan biaya yang mahal. Oleh karena itu pencegahan dengan memberikan lingkungan yang bagus merupakan langkah yang bijaksana. Adapun langkah-langkahnya adlah sebagai berikut:
a). Bahan organik didasar tambak harus rendah, usahakan sampai kedalam 5 cm adalah 10% (pada waktu persiapan)
b). Pemberian pakan tidak boleh berlebihan, makin banyak bahan organik diperairan maka ecto parasit subur
c). Pemberian aerasi harus cukup dan mencapai dasar tambak agar organik tixic tidak keluar.
d). Pemberian bakteri pengurai yang efektip
e). Pengapuran awal dan susulan menggunakan CaCo3 sebagai kapur yang mempunyai sifat penyangga.
4.             Pengertian sampling adalah mengambil sedikit udang yang dianggap mewakili baik dengan jala maupun dengan anco. Tujuan sampling ini bermacam-macam, sebagai berikut:
a.    Menduga populasi
    Sampling untuk menduga populasi sangat sulit, banyak petambak walaupun pengalamannya lama pendugaan popolasi tidak tepat (error 10% dianggap wajar). Metode sampling untuk pendugaan populasi ada dua yaitu:metode jalan dan metode anco. Untuk memperoleh data yang mendekati sebenarnya maka kedua metode tersebut harus digunakan.
Keterangan:
a). Metode jalan, yaitu sampling populasi dengan jaln memperoleh populasi/m 2.
b). Metode anco, yaitu sampling populasi dengan eeding system yaitu untuk memperoleh berat masa udang.
b.   Menduga berat rata-rata (pertumbuhan)
    Sampling untuk menduga berat rata-rata relatif mudah petambak pemulapun dapat menduga berat rata-rata dengan tepat. Makin banyak individu sample makin mendekati data sebenarnya, dengan menjala bagian pinggir dan bagian tengah sudah mewakili.
        Ada juga yang menggunakan anco, pada awal pemberian pakan diambil smple dan pada waktu akhir diambil sample lagi. Sampling berat yang disarankan mulai umur 50-60 hari. Apabila beratnya tidak tercapai target maka harus segera dilihat data hasil monitoring air dan tanahnya atau keadaan udangnya. Adakah dari data yang terkumpul memiliki hubungan dengan pertumbuhan.
c.    Mengetahui kondisi udang (dalam keadaan normal atau tidak normal)
    Sampling untuk mengetahui kondisi udang termasuk yang tidak susah namun jarang petambak yang melakukan andaikata melakukan pun jarang yang teliti, kebanyakan petambak mengambil sample hanya untuk mengecek ususnya kosong/penuh atau gemuk/kurus. Mengambil sample untuk dikontrol kondsinya harus sesering mungkin disarankan sehari sekali.
Individu udang yang harus dilihat:
1.      perbandingan antara carapace dan abdomen normal apa tidak
2.      warna garis dibagian dorsal kontras apa tidak
3.      ususnya kosong, terputus-putus atau penuh
4.      kekenyalannya
5.      insangnya kotor atau jernih
6.      karapacennya ada warna kuning atau normal
7.      ekornya gripis (sudah hitam atau putih) atau normal
8.      bagian ventralnya bersih atau kotor
9.      aromanya bau karat atau tidak
10.  kulitnya berlumut atau tidak
11.  kulitnya licin atau tidak
12.  warna kulitnya jernih atau kusam
13.  anggota tubuhnya putus/potong atau utuh
14.  kulitnya lembek atau keras
15.  tenaga kuat atau lemah
16.  hepato pancreasnya bengkak warna hijau kecoklatan dan bau anyir atau normal.
Apabila menjumpai salah satu maka perlu segera mengambil langkah-langkah, dan kalau tidak bisa segera dilaporkan ke Supervisor tambak. Seandainya Supervisor tidak bisa segera diteruskan ke Koordinator Budidaya.
(Tatang, 1996:14-18)
5.      Lain-lain
a.       Petambak/penanggungjawab tamak
1.      Sering melihat kondisi air secara kasat mata (organoleptik)
2.      Sering melihat kondisi udangnya
3.      Selama memelihara udang jangan berkelakuan yang dilarang agama
4.      Melakukan kordinasi sesama petambak atau sesam penanggungjawab tambak
5.      Cepat lapor keatasannya bilamana menjumpai keadaan yang membahayakan udang
6.      Sering mengecek keadaan udang lainnya
b.      Pengamanan
1.      Secara fisik tambak daerah pinggir diberi bambu atau kawat duri untuk menghindari penjalaan.
2.      Tambak diberi lampu penerang khususnya didaerah yang dianggap strategis bagi pencuri
3.      Kordinasi dengan masyarakat sekitarnya atau hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya
4.      Pada tambak yang sudah umur 60-70 hari tenaga keamanan harus diintensifikan (jumlah tenaga dan alat pengamanan tergantung keadaan)
c.       Dukungan logistik
1.      Sarana produksi yang dibutuhkan harus standby dilapangan (pakan, vitamin mineral, obat-obatan)
2.      Peralatan harus cukup dan ada cadangan 10% untuk mengganti bilamana alat yang sedang dipakai terjadi kerusakan (pompa, kincir)
d.      Laboratorium
      Peranan laboratorium sangat penting walaupun sering data yang terkumpul tidak bisa menjawab permasalahan. Parameter yang mutlak dimonitor adalah H2S, NH3/NO2. pH, )2, Redox, Salinitas dan Suhu. Oleh karena itu diperlukan alat dan bahan serta personal yang memadai.
e.       Kolam perlakuan
      Mengingat kondisi lingkungan diluar tambak makin jelek terutama makin tingginya COD, logam berat den pestisida maka air yang akan dipakai untuk memelihara harus di treatment dulu. Perlakuan air harus dilakukan melalui kolam perlakuan, jaringan mentreatment dikolam produksi karena akan terjadi akumulasi logam berat, bahan organik dan pestisida. Bahan cemaran tersebut dikhawatirkan etiap saat akan muncul kembali (karena perubahan lingkungan tambak)
f.       Bahan-bahan Suplemen
       Pemakaian bahan-bahan tambahan selama pemeliharaan (kapur, obat-obatan, vitamin mineral, atractant, dan lain-lain) tergantung kepada keadaan tambaknya, dan pemakaiannya dapat dibicarakan dengan supervisor dan koordinator.(Tatang, 1996:19-20)
     Pemberantas hama penyakit menurut Ahmad dan Rachmatun (1989:139-150).
1.   Hama Tambak
     Dalam mengusahakan tambak udang, kita akan menghadapi bahaya gangguan hama. Mereka ini dapat kita bedakan dalam tiga golongan, yaitu golongan pemangsa (predator), golongan penyaring (kompetitor), dan golongan pengganggu.
1.   Golongan pemangsa (predator) benar-benar sangat merugikan kita, karena dapat memangsa udang secara langsung. Termasuk golongan ini antara lain adalah:
a.       Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Therapon theraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus sp), dan lain-lain.
b.      Ketam-ketam, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
c.       Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea cinerea rectirostris), pecuk cagakan (phala crocorax carbo sinensis), pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
d.      Bangsa luar, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia, dan Chersidus granulatus).
e.       Wlingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale perspicillata)
2.   Golongan penyaring (Kompetitor) adalah hewan-hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan. Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah:
a.       Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidae cingulata), cong-cong (Telescopium).
b.      Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mossambica), belanak (Mugil spp), rekrek (Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
c.       Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp, dan Uca sp.
d.      Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Caridina denticulata, dan lain-lain.
3.   Golongan pengganggu, yang walaupun tidak memangsa ataupun menyaingi udang, tapi mereka cukup merepotkan kita. Diantara mereka ada yang suka merusak pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air. Beberapa di antara mereka adalah:
a.       Bangsa ketam, yang suka membuat lubang-lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoran-bocoran.
b.      Udang tanah (Thalassina anomala), yang juga suka membuat lubang-lubang di pematang.
c.       Hewan-hewan penggerek kayu pintu air, seperti remis penggerak (Teredo navalis) dan lain-lain.
d.      Tritip (Balanus sp), dan tiram (Crassostrea sp), yang suka menempel pada bangunan-bangunan pintu air.
     Untuk memberantas hama-hama yang hidup di dalam air, kita dapat menggunakan bahan-bahan beracun atau pestisida. Akan tetapi pestisida-pestisida keras yang termasuk dalam kelompok “chlorinated hydrocarbon” seperti DDT, Endrin, Chlordan, gamma BHC, dan lain-lain, sebaiknya kita hindari penggunaannya. Sebab sisa-sisa pestisida tersebut mempunyai daya tahan yang awet di dalam tambak. Tumbuhan sisa-sisa yang masih beracun itu akan berpengaruh buruk terhadap usaha pertambahan kita.
2.   Penyakit Udang
Selama masa pemeliharaan udang, tidak jarang kita timbulnya udang-udang yang sakit. Penyakit udang dapat disebabkan oleh berbagai jenis penyebab penyakit seperti Protozoa, bakteri, cendawan atau virus. Apabial kondisi air tempat hidup udang selalu baik, dan udang memperoleh pakan yang bergizi baik, tentu udang tidak akan sakit. Sekali udang terserang penyakit lebih baik daripada mengobati. Maka yang paling bagus yaitu menjaga ir tambak dengan cara mengganti ais sebagian atau seluruhnya sesering mungkin, terutama bila terlihat kondisi air menurun. Kondisi air yang menurun ini dapat dimonitor atau dilihat setiap saat.
Bebrapa gejala kelainan pada udang yang dipelihara di tambak yaitu:
a.       Disebabkan oleh keadaan kualitas air yang kurang memenuhi syarat untuk pertumbuhan atau kehidupan udang. Akibatnya udang menunjukan kelainan-kelainan yang berakibat produksi menurun atau kualitas udang yang dihasilkan menjadi kurang baik
b.      Penyakit udang yang disebabkan oleh jamur menghinggapi kulit dan insang, diakibatkan oleh air tambak yang banyak mengandung partikel kotoran-kotoran organik.kualitas air yang buruk dapat menimbulkan masalah pada udang, antara lain pH yang agak rendah apalagi kalau sangat rendah, tentu berakibat mencapai 3-4,0. Air yang ber-pH rendah ini dapat mematikan udang sekaligus.
          Jadi yang paling bagus bagi petani untuk menjaga kesehatan udangnya dalah dengan sesering mungkin mengganti air tambak, walaupun sebagian saja air yang dapat diganti.
          Kualitas air yang buruk dapat menimbulkan masalah pada udang, diantara lain pH yang agak rendah apalagi kalau sangat rendah, tentu berakibat buruk bagi udang. pH rendah yang disebabkan oleh adanya tanah gambut, bila tambak baru saja di airi, pH airnya dapat mencapai 3-3,0. Air yang ber-pH dapat mematikan udang sekaligus.
          pH air dapat berubah selama pemeliharaan udang berlangsung. Penurunan pH dapat diatasi dapat menaburkan kapur pertanian. Perguncangan pH dapat terjadi hanya dalam angka 6,5-7,5 saja, tetapi kurang baik akibatnya bagi udang mengingat udang memerlukan pH optimal 8,0-8,5. Banyaknya kapur yang dibutuhkan, bila udangnya sedah terlanjur ada di dalamtambak, ialah 100 kg-300kg/ha. Kapur sebanyak ini tidak mematikan udang, melainkan cukup untuk mencegah terjadinya guncangan pH. Selain itu, pengapuran juga penting artinya dalam usaha pemeliharaan udang karena udang butuh kapur dalam proses pergantian kulitnya. Bila kekurangan kapur, kulit udang tidak dapat mengeras (udang menjadi gembur) dan terhambat pertumbuhannya.
          Selain itu manfaat pengapuran dalam usaha pemeliharaan udang di tambak adalah:
a.       Memberantas hama dan penyakit
b.      Memepercepat proses penguraian bahan organik
c.       Mengikat kelebihan gas asam arang (CO2) yang disajikan oleh proses pembusukan dan pernapasan.
    Suatu gangguan lain juga sering timbul adalah tumbuhnya lumut yang terlalu lebat. Pertumbuhan lumut ini sering merajalela pada waktu musim hujan. Lumut yang berlebihan akan mengganggu gerakan udang. Bahkan salah-salah mereka bisa terjerat dan mati. Untuk menekan pertumbuhannya, tambak yang bersangkutan kita lepasi bandeng tanggung ukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha. Bandeng-bandeng itu akan bertugas sebagai pembabat lumut, sehingga tidak merajalela terus.
    Penebaran bandeng ini, hanya dilakukan pada tambak semi-intensif. Sama sekali tidak boleh dilakukan pada tambak intensif, karena bandeng akan memakan pakan yang diperuntukkan bagi udang.
    Pemberantasan lumut di tambak dengan menggunakan bahan kimia tidak dapat dianjurkan mengingat akibat yang mungkin timbul terhadap udang belum dapat dipastikan benar. Sedangkan sementara ini penelitian untuk maksud tersebut belum berhasil.
F.   Panen Udang Windu
1.      Penangkapan udang
Untuk menangkap mereka, biasanya kita mengenal dua macam cara, yaitu penagkapan sebagian dan penagkapan total.
a.       Penangkapan sebagian
                        Alat yang paling umum untuk penagkapan sebagian adalah prayang. Lat ini terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian yaitu kere sebagia pengarah dan perangkap berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan kerennya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di ujung kere.untuk pemasangan dilakukan di malam hari pada waktu pasang besar. Diatas prayang diberi lampu minyak (ting). Udang yang bergerak mengelilingi pematang akan terbentur pada kere, kemudian menyusurinya, dan akhirnya terjebak masuk ke dalam prayang.( Ahmad dan Rachmatun,1989:193)
b.      Penangkapan total
                        Penangkapan total dilakukan dengan mengeringkan tambak. Bila tidak tersedia pompa air, pengeringan tambak harus memperhatikan pasang-surut air laut. Malam atau dini hari menjelang hari penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahan-lahan waktu air surut.
                        Cara penangkapan lain dengan jala. Pemanenan dengan alat jala ini juga memakan waktu lama. Biasanya penangkapan dilakukan oleh banyak orang yang masing-masing mempunyai jala dengan diberi upah menurut banyaknya udang yang tertangkap. (Ahmad dan Rachmatun,1989:195)
                        Cara pemanenan yang lain ialah dengan menggiring udang yang umumnya berada di dasar tambak itu. Alat yang digunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan lebar ceren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi itu didorong beramai-ramai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju kedepan pintu air.( Ahmad dan Rachmatun,1989:196)
                        Cara menagkap udang secara total yang lebih baik ialah dengan memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlahan-lahan sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam lumpur. Udang-udang akan keluar bersama air dan tertadah di dalam jarng yang terpasang itu. Lalu dengan mudah ditangkapi dengan sesser atau dipunguti saja. (Ahmad dan Rachmatun,1989:197)
                        Dengan menggunakan jaring listrik, jaring listrik itu akan berjhasil digunakan apabila:
a.       Kedalaman air minimum 50 cm
b.      Kepadatan udang tinggi
c.       Tambak tidak terlalu luas
d.      Dasar tambak rata dan bersih dari ranting-ranting kayu atau penghalang lainnya(Ahmad dan Rachmatun,1989:200)
2.      Membersihkan dan menimbang udang
    Udang yang telah ditangkap dikumpulkan di dalam keranjang yang cukup lebar dan berlubang-lubang, atau dapat pula dipakai wadah pencucian khusus yang dibuat dari seng atau fibre glass. Wadah pencucian itu didekatkan kepada slang air bersih (air asin pun boleh) dari pompa. Udang lalu dicuci sampai bersih. Kemudian udang dibawa ke tempat penimbangan dan dipilih menurut kualitas ukurang yang sama dan tidak cacat. Masing-masing golongan dimasukkan dalam keranjang lalu ditimbang, untuk diserahkan ke sipembeli. Pembeli atau pemborong lalu memasukkan wadah pengangkutnya serta dicampur dengan es yang bberbentuk hancuran.
      Dengan mengelompokkan udang yang besar dan yang kecil (berbagai ukuran), harga pun disesuaikan dengan ukuran udang tersebut. Udang yang kurang baik-cacat atau lunak kulitnya-dinyatakan BS dan biasanya ditolak pemborong eksportir itu. Udang BS tentu saja masih dapat dijual di pasar lokal dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga udang yang baik.( Ahmad dan Rachmat,1989:2001)



BAB III
SIMPULAN

1.      Morfologi udang terdiri dari bagian-bagian tubuh, alat kelamin, makanan. sifat dan kelakuan yaitu: sifat nokturnal, sifat kanibalisme, ganti kulit, dan daya tahan.
2.      Keunggulan udang windu, diantara jenis-jenis udang penghuni tambak, yang paling banyak terdapat biasanya adalah udang werus (Metapenaeus monoceros), yang kemudian disusul oleh udang putih (Panaeus mergulensis). Atau aebaliknya di wilayah tertentu, dan di musim tertentu, lebih banyak udang putih dan udang api-api. Ditambak-tambak tertentu kadang-kadang banyak juga udang cendananya (Metapenaeus brevicoris). Jenis-jenis lainnya biasanya hanya sedikit dan tidak begitu berarti dilihat dari segi jumlahnya.
3.      Cara membudidayakan udang windu, sistem budidaya tambak ini dibagi menjadi 3 sistem budidaya yaitu: Sistem budidaya tradisional atau ektensif, Sistem budidaya semi-intensif atau tradisional yang diperbaiki, sistem budidaya intensif. Untuk lokasi budidaya udang itu sendiri kami menyediakan potensi lahan dan kriteria lahan untuk pertambakan. Dalam tataletak, desain, dan kontribusi tambak meliputi bentuk petakan, petak penggelondongan dan saluran tambak.
4.      Petunjuk Teknis Budaya Udang windu meliputi: persiapan, penebaran benur dalmpenebaran benur perlu diperhatikan seleksi benur, adaptasi benur, dan penebaran. Dalam pemeliharaaan harus di perhatikan juga tentang management pakan, kontrol pakan, metode pemberian pakan dan management lingkungan
5.      Pengendalian hama penyakit pada udang. Hama adalah hewan yang memangsa udang dan dalam memangsa bisa sekaligus atau sedikit demi sedikit. Pengendalian hama pada budidaya udang sangat mudah, karena kama memiliki daya tahan yang berbeda dengan udang terhadap sesuatu jenis racun. Dengan pemberian teasead atau akar deris yang bahanaktipnya rotenon hama udang akan mati. Penyakit adalah mikro organisme yang hidup pada tubuh udang (internal atau external) dan mengganggu kehidupan udang secara phisik. Ada tiga cara serangan penyakit yaitu: Merusak organ tubuh, mengeluarka secresi yang bersifat racun dalam tubuh udang, menghisp zat makanan (parasit)
6.      Panen udang windu, penangkapan udang untuk menangkap mereka, biasanya kita mengenal dua macam cara, yaitu penagkapan sebagian dan penagkapan total. Terakhir yaitu membersihkan dan menimbang udang .
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mujiman, Rachmatun Suyanto. 1989.Budidaya Udang Windu.Jakarta:PT Penebar Swadaya, Anggota IKAPI
Soetarno, ak. 1989.Budidaya Udang.Solo:CV. Aneka Ilmu Semarang
Tatang Madsuli. 1996Petunjuk Teknis Budidaya Udang Windu.Bandung:Dinas Perikanan Popinsi Dati Jawa Barat
Budiardi, dkk.2005.Bogor:IPB



Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "MAKALAH BUDIDAYA UDANG WINDU"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel