MAKALAH BUDIDAYA UDANG WINDU
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara
yang memiliki lahan budidaya ikan dan udang yang luas sehingga Indonesia
berpotensi mengembangkan budidaya tambak udang. Dalam usaha pemeliharaan udang
secara komersial yang utama adalah udang putih dan udang windu, sebab kedua
jenis udang inilah yang bisa mencapai ukuran besar, dan mempunyai pasaran yang
baik untuk ekspor.
Perkembangan budidaya udang windu
sejak 1980 sampai 1990 mungkin bisa dikatakan pada titik puncaknya.Udang
merupakan komuditas ekspor yang berhasil meningkatkan devisa negara dari
non-migas. Pesatnya jumlah perusahaan pertambakan yang terhampar di sepanjang
pantai utara jawa dan di Indonesia tak lepas dari ketersediaan lahann
pertambakan dan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang
memungkinkan dikembangkan usaha budidaya udang tersebut.
Hal lain yang bisa mendorong lajunya
pertumbuhan perusahaan pertambakan tersebut adalah dengan adanya permintaan
akan kebutuhan udang yang terus meningkat dari tahun di mana produksi udang
yang dihasilkan belum mencukupi kebutuhan udang di dunia. Karena udang
merupakan sebagai komoditas ekspor yang mempunyai harga baik yang harus tetap
di tingkatkan produksinya. Indonesia merupakan daerah tropis di mana pada pola
tanam pemeliharaan udang dapat dilakukan sepanjang tahun. Hal tersebut
sangatlah berbeda dengan dengan jepang yang mempunyai 4 iklim sehingga
budidayanya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Untuk memenuhi
permintaan pasar yang terus meningkat baik di pasar lokal maupun pada tingkat
international sangat perlu diperhatikan kualitas dan kuantitas udang yang akan
diproduksi karena mempengaruhi permintaan konsumen.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, kami
merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
morfologi Udang?
2.
Mengapa harus
budidaya udang windu?
3.
Bagaimna cara
membudidayakan udang windu?
4.
Bagaimana petunjuk
teknis budidaya udang windu?
5.
Bagaimana
pemberantasan hama dan penyakit terhadap udang?
6.
Bagaimana udang
windu di panen?
7.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Morfologi Udang
a.
Bagian-bagian
tubuh
Dilihat dari luar, tubuh udang terdiri dari 2 bagian,
yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala,
yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu. Oleh karena
itu dinamakan kepala dada (cepholothorax). Bagian perut (abdomen)
terdapat ekor dibagian belakangnya. Semua bagian badan beserta
anggota-anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala-dada terdiri
dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas. Sedangkan
bagian perut terdiri dari 6 ruas. Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota
badan yang beeruas-ruas pula. Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang terbuat dari
bahan chitin. Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada
sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini memudahkan
mereka untuk bergerak.(Ahmad dan Rachmat, 1989:15)
Bagian
kepala-dada tertutup oleh sebuah kelopak yang kita namakan kelopak kepala atau
cangkang kepala (carapace). Di bagian depan, kelopak kepala memanjang
dan meruncing, yang pinggirnya bergigi-gigi. Bangunan ini kita namakan cucuk
kepala (rostrum). Di bawah pangkal cucuk kepala terdapat mata majemuk
yang bertangkai dan dapat digerak-gerakan. Mulut terdapat di bagian bawah
kepala di antara rahang-rahang (mandibula). Di kanan kiri sisi kepala,
tertutup oleh kelopak kepala, terdapat insangnya. Di bagian kepala dada
terdapat anggota-anggota tubuh lainnya yang berpasang-pasang. Berturrut-turut
dari muka ke belakang adalah sungut kecil (antennula), rahang (mandibula),
sirip kepala (scophocerit), alat-alat pembantu rahang (maxilla)
yang terdiri atas 2 pasang, maxilliped yang terdiri atas 3 pasang, dan
kakai jalan (pereiopoda) yang terdiri atas 5 pasang. 3 pasang kaki jalan
yang pertama (kaki jalan ke-1, ke-2, ke-3) ujung ujungnya bercapit, yang
dinamakan chela. Di bagian perut
(abdomen) terdapat 5 pasang kaki renang (pleopoda) yaitu pada ruas ke-1
sampai ke-5. Sedangkan pada ruas ke-6, kaki renang mengalami perubahan bentuk
menjadi ekor kipas atau ekor (uropoda). Ujung ruas ke-6 ke arah belakang
membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang
dubur (anus).( Ahmad dan Rachmat, 1989:16-17)
b.
Alat kelamin
Udang jantan dan udang
betina dapat dibedakan dengan melihat alat kelamin luarnya. Alat luar kelamin
jantan disebut petasma, yang terdapat pada kaki renang pertama.
Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal. Sedangkan
lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5.
Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal kaki jalan ke-3.
Alat kelamin primer yang disebut gonade terdapat didalam bagian kepala
dada. Pada udang jantan yang dewasa, gonade akan menjadi testes yang berfungsi
sebagai penghasil mani (sperma). Sedangkan pada udang betina, gonade akan
menjadi ovarium (indung telur), yang berfungsi untuk menghasilkan telur.
Ovarium yang telah matang akan meluas sampai ke ekor. Sperma yang dihasilkan
oleh udang jantan pada waktu kawin akan dikeluarkan dalam kantung seperti
lendir yang dinamakan spermatophora (kantung sperma). Dengan bantuan
petasma, spermatophora diletakan pada thelicum udang betina, yang disimpan di
situ sampai saatnya peneluran. Apabila udang betina bertelur, spermatophora
akan pecah dan sel-sel spermanya akan membuahi telur di luar badan induknya.( Ahmad
dan Rachmat, 1989:17-18)
c.
Sifat dan
Kelakuan
1.
Sifat Nokturnal
Yaitu sifat binatang yang aktif mencari makanan pada waktu malam.
Pada waktu siang mereka lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri di dalam
lumpur maupun menempel pada sesuatu yang terbenam dalam air. Dalam keadaan
normal yaitu apabla keadaan lingkungannya cukup baik, udang jarang sekali
menampakkan diri pada waktu siang. Apabila di dalam suatu tambak udang tampak
aktif bergerak pada waktu siang, ini menunjukan suatu tanda bahwa ada sesuatu
yang tidak beres. Mungkin karena makanannya kurang, kadar garam mengikat, suhu
naik, oksigen kurang, ataupun karena timbul senyawa-senyawa beracun, seperti
asam sulfida (H2S), zay asam arang (CO2), amoniak (N2H3), dan lain-lain.(Ahmad
dan Rachmat, 1989:18-19)
2.
Sifat
Kanibalisme
Sifat yang umum pula terdapat pada udang adlah sifta kanibalisme.
Yaitu sutu sifat suka memangsa jenisnya sendiri. Sifat ini sering timbul pada
udang yang sehat, yang tidak sedang ganti kulit. Sasarannya udang-udang yang
kebetulan sedang ganti kulit. Dalam keadaaan kekurangan makanan, sifat
kanibalisme akan tampak lebih nyata. Sifat demikian ini sudah mulai tampak pada
waktu udang masih burayak, yaitu mulai tingkatan mysis. Untuk menghindari
kanibalisme, udang-udang yang sedang ganti kulit biasanya mencari tempat untuk
bersembunyi. Ahmad dan Rachmat, 1989-19)
3.
Ganti kulit
Udang mempunyai kerangka luar yang keras (tidak elastis). Oleh
karena itu, untuk tumbuh menjadi besar, mereka perlu membuang kulit lama, dan
menggantinya dengan kulit baru. Peristiwa ini kita kenal sebagai pergantian
kulit (ecdysis). Udang muda yang pertumbuhannya masih pesat, lebih
sering berganti kulit dari pada udang dewasa. Dalam pembentukan kulit, yang
sekaligus juga merupakan kerangkanya, unsur kapur atau kalsium (Ca) sangat
diperlukan. Antara metabolisme unsur Ca, pertumbuhan, pergantian kulit, dan
tekanan osmose terdapat hubungan yang sangat erat. Oleh karena itu, tersedianya
unsur Ca di dalam lingkungan hidup udang merupakan syarat utama. Udang yang
sedang berganti kulit sangat lemah. Oleh karena itu sngat mudah menjadi sasaran
kanibalisme atau sasaran bintang-bintang pemangsa (predator). Secara alami,
udang yang sedang berganti kulit selalu berusaha untuk mencari tempat
persembunyian. Misalnya bersembunyi di dalam lumpur atau menylinap di balik
rumpun-rumpun,( Ahmad dan Rachmat, 1989:21)
4.
Daya Tahan
Udang windu, terutama pada waktu masih berupa benih, sangat tahan
terhadap perubahan kadar garam. Sifat demikian ini dinamakan ini dinamakan
sifat euryhalin. Hal ini memungkinkan kita untuk memelihara mereka di
berbagai macam tambak dengan berbagai macam tingkat kadar garam. Sifat lain
yang menguntungkan juga adalah ketahanannya terhadap perubahan suhu. Sifat
demikian kita kenal sebagai sifat eurythermal. Goncangan suhu yang agak besar
biasanya terjadi pada waktu musim kemarau. Pada waktu siang suhu mungkin cukup
tinggi (sekitar 31 derajat C), tetapi pada waktu malam suhu bisa turun hingga
sekitar 22 derajat C.( Ahmad dan Rachmat, 1989-21)
d.
Makanan
Secara
alami pemilihan terhadap jenis makanan sangat berlain-lain (bervariasi). Ini
tergantung pada tingkatan umur udang yang bersangkutan. Pada waktu masih
burayak, makanan utamanya plankton, baik plankton nabati maupun plankton
hewani. Burayak tingkat neuplius masih belum perlu makanan, karena masih
mempunyai cadangan makanan di dalam kantung kuning telurnya. Setelah menjadi
zoea, mereka mulai mencari makanan, sebab persediaan makanannya sudah habis.
Makanan zoea ini terdiri dari planktin-plankton nabati, seperti Diatomae (Skeletonema,
Navicula, Amphora, dan lain-lain) dan Dinoflagellatea (Tetraselmis,
dan lain-lain). Pada tingkat mysis, mereka mulai suka makanan plankton hewani,
sperti protozoa, Rotifera. Setelah burayak mencapai tingkat post larva (burayak
tingkat akhir), dan juga setelah menjadi udang muda (juvenil), selain makan
makanan tersebut, mereka juga makan Diatomae dan Cyanophyceae yang tumbuh di
dasar perairan , anak tiram, anak tritip, anak udang-udangan lainnya, cacing
Annelida, dan juga detritus. Udang dewasa suka makan daging binatang lunak atau
moluska (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitu cacing Polyhaeta,
udang-udangan, anak serangga. Di dalam usaha budidaya, udang dapat makan
makanan alami yang tumbuh di tambak, seperti kelekap, lumut, plankton, dan
binatang-binatang penghuni dasar perairan.( Ahmad dan Rachmat, 1989:21-22)
B.
Keunggulan
Udang Windu
Udang windu merupukan salah satu
komoditas bididaya unggulan di Asia (FAO,2008). Hal ini dikarenakan udang windu
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya memiliki ukuran panen yang lebih
besar, rasa yang manis, gurih dan kandungan gizi yang tinggi. Besarnya potensi
budidaya udang windu memacu para petambak untuk memaksimalkan produksi melalui
sistem budidaya intensif. (Budiardi, 2005:153)
Diantara
jenis-jenis udang penghuni tambak, yang paling banyak terdapat biasanya adalah
udang werus (Metapenaeus monoceros), yang kemudian disusul oleh udang
putih (Panaeus mergulensis). Atau aebaliknya di wilayah tertentu, dan di
musim tertentu, lebih banyak udang putih dan udang api-api. Ditambak-tambak
tertentu kadang-kadang banyak juga udang cendananya (Metapenaeus brevicoris).
Jenis-jenis lainnya biasanya hanya sedikit dan tidak begitu berarti dilihat
dari segi jumlahnya.
Dalam
usaha pemeliharaan udang secara komersial, yang diutamakan hanyalah udang putih
dan udang windu. Sebab hanya kedua jenis inilah yang bisa mencapai ukuran
besar, dan pada dewasa ini mempunyai pasaran yang baik untuk ekspor.
Di
antara udang putih dan udang windu, ternyata udang windu yang lebih banyak
menarik perhatian. Padahal kalau di lihat dari jumlahnya, udang ini tidak
termasuk jenis komersial. Hanya karena ukurannya yang bisa besar itulah maka
mereka menjadi lebih unggul dibandingkan dengan jenis lainnya.
Jumlahnya
yang hanya sedikit, disebabkan karena benihnya yang masuk kedapal tambak juga
hanya sedikit, yaitu hanya 2-6% dari seluruh benih udang yang masuk keseluruh
tambak. Apabila benihnya dapat dicukupi, maka dengan penebaran yang teratur,
usaha pemeliharaannya akan lebih memuaskan.
Ditinjau
dari daya tahannya terhadap pengaruh lingkungan. Udang windu juga lebih unggul,
walaupun hanya menduduki tempat kedua. Sedangkan tempat pertama diduduki oleh
udang werus, yang kadang-kadang masih tetap hidup walaupun sudah dijual di
pasar-pasar. Udang putih termasuk yang paling lemah dan paling “cengeng”, alias
mudah sekali mati.
Dengan
daya tahannya yang tinggi terhadap pengaruh lingkungan, memungkinkan kita untuk
memelihara udang windu dalam waktu yang cukup (5-6 bulan), hingga mereka dapat
mencapai ukuran besar (king size), yaitu antara 80-100 gram/ekor. Sedangkan
udang putih paling lama hanya dapat dipelihara 3 bulan, sehingga ukurannya pun
belum besar-besar.
Di
samping tahan terhadap pengaruh lingkungan selama masa pemeliharaan, benihnya
pun ternyata cukup tahan selama dalam penampungan dan pengangkutan. Hal ini
sangat membantu dalam usaha perdagangannya, sehingga bila kita menangani usaha
pengadaaan benih, kita tidak begitu direpotkan dan kita pun masih bisa mendapat
keuntungan. (Ahmad dan Rachmatun, 1989:12-14)
Udang yang terdapat
dipasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja
yang terdirri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai-sungai
besar dan rawa-rawa dekat pantai. Udang-udang air tawar ini pada umumnya
termasuk dalam keluarga palaemonidae sehingga para ahli sering menyebutnya
sebagia kelompok udang palaemonoid. Contohnya yang terkenal adlaah udang
galah (Macrobrachium ronserbergii). Udang laut sendiri, terutama terdiri
dari udang-udang dalam keluarga panaeidae, yang bisa disebut udang panaeid
oleh para ahli. Di samping itu terdapat juga udang-udang dari keluarga lain.
Tapi umumnya kurang begitu populer seperti udang penaeid. Di antara mereka
berasal dari keluarga palimuridae, Scyllaridae, dan suku Stomatopoda.(Ahmad
dan Rachmatun, 1989:1)
Udang Panaeid
Beberapa jenis udang
panaeid yang terkenal dan sering tertangkap oleh para nelayan antara lain
adalah:
a.
Udang windu (panaeus monodon)
Ganbar udang
windu (cdn.bisniskum.com/2009/10/udang-panami.jpg)
Dalam bahasa-bahasa daerah udang ini
dinamakan juga sebagai udang pancet, udang bago, udang lotong, liling, udang
baratan, udang palaspas, udang tepus, dan udang userwedi. Ujung kaki renang
berwarna merah. Pada udang muda warna tersebut agak pucat. Pada badannya
terdapat titik-titik hijau,. Kulitnya keras. Cucuk kepala (rostrum) tumbuh kuat
sekali, ujungnya lengkung ke atas berbentuk seperti S. Gigi bagian ats 7 buah,
sedangkan gigi bagian bawah buah, sehingga rumus gigi rostrumnya adalah 7/3.
Biasa hidup diperairan pantai yang berlumpur atau berpasir. Terdapat diperairan
laut antara Afrika selatan dan Jepang, dan antara Pakistan barat sampai ke
Australia bagian utara. Termasuk udang
panaeid yang dapat mencapai ukuran besar, sehingga mencapai 34 cmpanjang dan
270 gram berat. Udang ini sering tertangkap dengan alat trawl, jaring klitik,
pukat tepi, potol, cantrang dan dogol.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:2)
b.
Udang kembang (penaeus semisulcatus)
Gambar udang
kembang (Ahmad dan Rachmatu, 1989:3)
Udang ini dinamakan juga sebagi udang
windu, udang pancet, udang manis, udang doang, sito. Sukar dibedakan dengan
udang windu penaeus monodon. Termasuk udang niaga penting, yang diekspor
ke Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negar lain di Eropa. Dalam dunia
perdagangan, mereka mereka pun dijuluki juga “tiger prawn”, sehingga terkacau
dengan P. monodon
atau udang windu. Para petani tambak tidak suka udang kembang ini sebab di
tambak tumbuhnya lambat. Benurnya di alam tercampur dengan udang windu, tetapi
petani atau pedagang benur yang sudah berpengalaman tentu dapat membedakannya.
Sungut kemerah-merahan. Baik kaki jalan maupun kaki renang berwarna
kenerah-merahan (merah darah). (Ahmad, Rachmatun, 1989:3).
c.
Udang putih (penaeus merguiensisi)
Gambar udang putih
atau udang jari (Ahmad dan Rachmatum, 1989:6)
Dinamakan juga sebagi udang jrebung, udang
kelong, udang penganten, udang perempuan, udang cucuk, udnag wangkang. Rumus
gigi rostrum 5-8/2-5, pada umumnya 8/5. Bentuk rostrum memanjang, langsing,
pangkalnya hampir seperti segi tiga. Warna badan putih sampai kuning. Terdapat
bintik-bintik coklat dan hijau pada ujung ekor. Pada sungut yang pendek (antennula),
terdapat belang-belang merah sawo. Kaki jalan dan kaki renangnya berwarna
kekuning-kuningan atau kadang-kadang kemerah-merahan. Sungut yang panjang (antenna)
berwarna kemerah-merahan. Sirip ekor atau ekor kipas ( uropoda) berwarna
merah sawo matang dengan ujungnya kuning kemerah-merahan atau kadang-kadang
sedikit kebiru-biruan. Kulit tipis, tembus cahaya. Dapat mencapai panjang badan
24 cm. Hidup di dasar perairan, terutama didaerah-daerah yang banyak bermuara
sungai besar. Udang ini terdapat hampir di seluruh perairan Indonesia.
Penyebarannya mulai dari daerah India sampai ke Kalionia dan Australiabagian
utara.(Ahmad, Rachmatun, 1989:4-5)
d.
Udang jari (penaeus indicus longirostris)
Gambar udang
putih atau udang jari (Ahmad dan Rachmatum, 1989:6)
Seperti halnya udang penaeus merguiensis,
udang ini pun dinamakan pula sebagai udang putih, udang jrebung, udang kelong,
udang penganten, udang cucuk, dan udang wangkang. Dibandingkan dengan udang
panaeus merguiensis, rostrum (cucuk kepala udang jari tampak mencolok panjang,
baik pada udang muda maupun udang dewasa. Dengan bertambahnya umur, rostrumnya
pun makin memendek. Sungutnya jelas berbelang-belang kuning coklat. Rumus gigi
rostrum 7-9/4-5. Dalam keadaan hidup berwarna kekuning-kuningan, setengah
tembus cahaya, dengan totol-totol biru. Bagian atas kelopak kepala (carapace)
dan badannya berwarna sawo matang. Tangkai mata dan pangkal sungut
kebiru-biruan. Sirip ekor atau ekor kipas (uropoda) berwarna biru dengan
ujungnya berwarna merah cerah. Dapat mencapai panjang 22 cm. Hidup bergerombol
dalam jumlah besar, terdapat di perairan dengan dasar lunak, yang biasanya
berlumpur campur pasir di daerah-daerah yang banyak muara sungai besarnya.(Ahmad
dan Rachmatun, 1989:5)
e.
Udang werus (Metapenaeus monoceros)
Gambar udang
Werus atau udang api-api (Ahmad dan Rachmatun, 1989:7)
Dinamakan juga sebagai udang api-apai,
udang kayu, udang impes, udang perus, udang kadhoro, udang suket, udang swallo.
Walaupun dalam dunia ekspor tidak sepopuler jenis-jenis udang yang telah
disebutkan terdahulu, namun dikenal juga nama perdagangannnya sebagai endeavor
prawn. Rostum sedikit lurus, agak
mengarah ke atas, ujungnya sedikit melampaui pangkal sungut yang pendek. Bagian
atas rostrum bergigi 9-12, bagian bawah tidak bergigi, rumus gigi rostrum
9-12/0. Kulit kesat lagi keras. Warnanya coklat muda sedikit tembus cahaya,
kadang-kadang kemerah-merahan bertintik-bintik merah. Ujung kaki dan ekor
kemerah-merahan, kecuali dua kaki jalan pertama yang berwarna putih. Dapat
mencapai panjang 18 cm. Terdapat hampir di seluruh perairan pantai Indonesia.
Sering masuk ke tambak-tambak. Tersebar mulai dari Afrika Timur sampai ke India
dan Sri Lanka (Ceylon). Tertangkap dengan alat trawl, potol, centrang, pukat
tepi, togo, jermal, tadah, sodo, dan bubu.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:6-7)
f.
Udang belang (parapenaeopsis sculptilis).
Gambar udang belang
atau udang krosok (Ahmad dan Rachmatun, 1989:8)
Dinamakan juga sebagai udang krosok, udang
harimau atau udang loreng. Merupakan jenis terbesar di antara udang-udang parapenaeopsis
lainnya. Termasuk udang kecil, dengan panjang total yang dapat dicapai 14 cm.
Kulitnya keras dan kepalanya relatif besar (kurang lebih 40% dari seluruh
badan). Warnanya coklat kemerah-merahan dengan garis-garis putih.(Ahmad dan
Rachmatun, 1989:8)
g.
Udang barong
Udang barong dan saudaranya udang karang,
termasuk udang laut dari keluarga Palimuridae yang mempunyai arti ekonomi
penting juga, karena dapat diekspor. Akan tetapi jumlah hasil penangkapannya
tidak sebanyak udang penaeid. Jenis-jenis yang sering tertangkap adalah
udang barong atau udang gambar (panulirus versicolor), dan udang karang
(panalirus dasypus). (Ahmad dan Rachmatum, 1989:9)
h.
Udang kipas
Gambar udang
kipas
(www.indonetwork.co.id/alloffers/Agraris/perikanan/0/udang-kipas.html)
Udang kipas (Scyllarus sp) yang dinamakn
juga udang kepet atau udang pasir, sring digelari juga sebagai lobster pipih
atau spanish lobster. Mereka termasuk dalam keluarga Scyllaridae, yang masih
satu suku dengan keluarga Penaeidae, Palimuridae, dan Homoridae,
yaitu suku Decepoda. Bentuknya gepeng, terutama kepalanya. Sungutnya
berubah bentuk menjadi semacam sisik yang pipih. Matanya terletak dilekukan
pada pinggiran batok kepala. Sering tertangkap sebagai hasil tambahan alat
trawl pantai (cantrang dan dogol). (Ahmad dan Rachmatun, 1989:9-10)
i.
Udang Ronggeng
Gambar udang
ronggeng
(www.iftifishing.com/blog/mancing/fishypedia/udang-lipan/)
Udang ronggeng yang dinamakan juga udang
peletas atau udang pengko, termasuk dalam suku stomatopoda. Bentuk
tubuhnya menyerupai belalang sembah atau walang kadung (Mantis) sehingga
mereka dijuluki mantis shrimp. Mereka kurang terkenal, karena ukurannya
kecil-kecil, lagi pula jumlahnya tidak banyak. Tubuhnya terdiri dari tiga
bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Kakinya tiga pasang yang terletak pada
ruas dada. Salah satu umbai-umbai mulut (maxilliped II) berubah bentuk menjadi
kaki penangkap untuk memegang dan merobek mangsa.
Kadang-kadang
kaki penangkap itu bergigi tajam, sehingga mudah melalui tangan kita.
Kesukaannya hidup di dalam lubang yang digali sendiri di pantai yang berpasir
lumpur tU di dalam celah-celah batu karang. Ada juga yang suka membenamkan diri
begitu saja di dalam lumpur atau pasir. Dapat ditangkap dengan pancing jerat
berumpan, yang dimasukkan ke dalam lubang persembunyiannya. Contohnya yang
dapat kita jumpai adalah udang pengjo (Lysiosquilla maculata).(Ahmad dan
Rachmatun, 1989:10)
C.
Cara Membudidayakan Udang Windu
Budidaya udang di tambak merupakan
kegiatan usaha pemeliharaan atau pembesaran udang di tambak mulai dari ukuran
benih (benur) sampai menjadi ukuran yang layak untuk dikonsumsi.
1.
Sistem Budidaya Tambak
Budidaya tambak untuk untuk
memelihara ikan bandeng maupun udang di Indonesia sangat luas, ada kurang lebih
200.000 ha (1986) yang dimiliki dan diusahakan oleh petani. Kebanyakan usaha
ini masih dikelola secara tradisional. Sejak dasawarsa terakhir ini, teknik
intensifikasi tambak telah dikenal secara luas. Namun karena kemampuan
permodalan sebagi masukan untuk inovasi dan tingkat keterampilan petani tambak
tidak sama, maka perkembangan teknik pertambakan yang diterapkan saat ini pun
berbeda-beda tingkatannya. Ada tambak yang masih diusahakan secara sederhana,
dengan hasilnya yang masih rendah. Adapula tambak yang telah diusahakan secara
sangat intensif dengan masukan modal yang tinggi dan hasilnya juga sangat
tinggi, yaitu lebih dari 10 ton/ha/tahun. Adapun sistem budidaya udang yang
dikenal sekarang, ada 3 tingkatan ialah: Budidaya ekstensif (tradisional),
semi-intensif dan intensif.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:26-27)
a.
Sistem budidaya tradisional atau ektensif
Petakan tambak pada tingkat budidaya
ini, bentuk dan ukurannya tidak teratur. Luasnya antara 3 ha sampai 10 ha per
petak. Biasanya setiap petakan mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya
5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga
dibuat caren dari sudut kesudut (diagonal). Kedalama caren itu 30-50 cm lebih
dalam dari pada bagian lain dari dasar petakan yang disebut pelataran. Bagian
pelataran hanya dapat berisi air sedalam 30-40 cm saja. Pada tempat ini akan
tumbuh kelekap sebagai pakan alami bagi ikan bandeng dan udang. (Ahmad dan
Rachmatun, 1989:27-28)
Di tengah petakan di buat petakan yang
lebih kecil dan dangkal sebagai petak untuk mengipuk nener yang baru saja
didatangkan dari tempat lain. Nener dipelihara di dalam petak peneneran atau
ipukan itu lamanya 1 bulan, sehingga cukup kuat untuk dibuyarkan ke dalam petak
pembesaran yang yang luas itu. Cara membuyarkan cukup dengan membuka (merusak)
tanggul petak peneneran tersebut, lalu nener berenang sendiri ke petak besar.
Di Jawa Timur, rekayasa tambak
tradisional telah lebih maju. Di sini beberapa petak tambak disusun menjadi
suatu unit, seperti terlihat pada tipe porong dan tipe taman. Susunan dalam
unit tersebut dimaksudkan untuk dapat mengadakan pengaturan air secara lebih,
di samping juga didisain untuk lebih memudahkan pengelolaannya.
Tipe porong terdapat pada daerah delta
sungai Brantas, Kabupaten Sudiarjo, Jawa Timur. Air dari saluran di tampung di
dalam petak pembagi air yang berbentuk bujursangkar dan lebih dalam daripada
petakan yang lain. Pada petak pembagi itu dibuat pintu-pintu air untuk
menghubungkan dengan petak-petak lainnya. Pada waktu panen, petak pembagi air
itu berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan ikan bandng.( Ahmad dan Rachmatun,
1989:28-29)
Tipe taman terdapat di daerah aliran
sungai Porong, wilayah kecamatan Taman, juga di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Tipe ini sangat mirip dengan tipe porong karena juga terdiri gabungan beberapa petak
tambak. Hanya saja tambak disini disesuaikan dengan kondisi daerah setempat
yang airnya sulit diperoleh, karena elevasi lahan agak tinggi dan agak jauh
dari pantai. Setiap unit tambak mempunyai penampung air yang disebut jalonan.
Bentuk jalonan ini seperti saluran memanjang. Di tengah-tengah saluran tersebut
dibuat gutekan yaitu bagian yang sempit dan lebih dalam untuk membagi air ke
seluruh petakan. Pada musim kemarau seluruh bagian pelataran tambak biasanya kering.
(Ahmad dan Rachmat, 1989:30)
Tambak tipe jawa barat, porong, dan
taman itu masih diusahakan secara ekstensif (tradisional). Ikan bandeng di sini
hanya dipelihara dengan padat penebaran rendah, tergantung dari pakan alami.
Hasilnya hanya berkisar antara 300 kg sampai 500 kg/ha/tahun. Udang hanya
sebagai hasil tambahan yang tidak sengaja dipelihara, karena benihnya masuk
sendiri dari laut terbawa air pasang yang masuk ke dalam tambak.
Pada tambak tradisional, semula tambak
tidak dipupuk sehingga produktifitas semata-mat tergantung dari makanan alami
yang kelebatannya tergantung dari kesuburan alamiah pula. Pemberantasan hama
juga tidak dilakukan, sehingga benih bandeng yang dipelihara banyak yang hilang
atau mati. Akibatnya produktivitas semakin rendah.
Barulah setelah pemerintah mengadakan
kegiatan penyuluhan yang semakin intensif, sejak awal tahun 1970 an, para
petani tambak mulai mengenal teknik pemupukan dan memberi makanan tambahan
walaupun baru berupa dedak atau hasil limbah pertanian lainnya. Sejak dasa
warsa itu pula, para petani tambak semakin sadar akan perlunya pembaharuan cara
pengelolaan tambaknya. Akhirnya mereka tidak saja memlihara ikan bandeng tetapi
juga mengusahakan agar produksi udang di tambaknya dapat meningkat. Maka
dimulailah tahapan tambak semi-intensif.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:31)
b.
Sistem budidaya semi-intensif atau tradisional yang diperbaiki
Metoda atau sistem budidaya ini
merupakan peningkatan atau perbaikna dari sistem tradisional atau ekstensif
yaitu dengan memperkenalkan bentuk petakan yang teratur dengan maksud agar
lebih mudah dalam pengelolaan airnya. Bentuk petakan umumnya empat persegi
panjang dengan luas 1-3 ha per petakan.
Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan
(inlet) dan pintu pengeluaran air (outlet) yang terpisah untuk untuk keperluan penggantian air, penyiapan
kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Suatu car diagonal denga lebar
5-10 m menyerong dari pintu (pipa) pemasukan (inlet) ke arah pintu (pipa),
pengeluaran (outlet). Dasar caren itu miring ke arh outlet untuk memudahkan
pengeringan air dan pengumpulan udang wakti di panen. Caren itu kedalamannya
selisih 30-50 cm dari bagian pelataran tambak sehingga bila petak berisi penuh
air, kedalaman air di caren mencapai 1 m atau lebih. Air yang dalam itu
menyebabkan suhu di dasar caren tetap dingin pada siang hari yang terik
sehingga menjadi tempat berteduh bagi udang.
Ada juga petani tambak selain membuat
caren menyudut juga membuat caren di sekeliling pelataran. (Ahmad dan Rachmat,
1989:31-32)
Seperti halnya tambak tradisional, pada
budidaya tambak semi-intensif ini orang memelihara campuran ikan bandeng dan
udang atau disebut polikultur. Baru pada perkembangan lebih lanjut, pada dasa
warsa 1980 an, di tambak semi=intensif itu petani cenderung hanya memelihara
udang saja khususnya udang windu atau disebut monokultur. Benih udang (benur)
yang sengaja ditebarkan di tambak itu dengan kepadatan 20.000 ekor /ha sampai
50.000 ekor/ha/musim. Berdasarkan pakan tersebut produksi tambak udang
semi-intensif hanya dapat mencapai 600 kg-800 kg/ha/musim. Tetapi ukuran udang
yang dipanen cukup memenuhi syarat untuk ekspor yaitu 25-30 ekor/kg. Lama
pemeliharaan 4-5 bulan.( Ahmad dan Rachmat, 1989:33)
c.
Sistem budidaya intensif
Budidaya udang intensif dilakukan
dengan teknik yang canggih dan memerlukan masukan (input) biaya yang besar.
Sebagai imbangan dari masukan yang tinggi, maka dapat dicapai volume produksi
yang sngat tinggi pula. Petakan umumnya kecil-kecil, 0,2-0,5 ha per petak.
Maksudnya supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih mudah. Kolam atau
petak pwmwliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti
biasa. Atau dindingnya saja dari tembok sedangkan dasar masih tanah. Ciri khas
dari teknik budidaya intensif ini ialah padat penebaran benur sangat tinggi
yaitu 50.000 sampai 600.000 ekor/ha. Makanan sepenuhnya tergantung dari makanan
yang diberikan denagan komposisi yang ideal bagi pertumbuahan udang.
Kotoran-kotoran baik yang dikeluarkan
oleh udang sendiri maupun hasil pembusukan sisa-sisa pakan di dalam air akan
merangsang mikroorganisme yang dapat menyebabkan sakitnya udang.(Ahmad dan
Rachmatun, 1989:35-37)
Pembinaan untuk intensifikasi tambak,
untuk meningkatkan produksi udnag dari cabang usaha budidaya di tambak, kira
dapat menempuhnya dengan dua cara yaitu:intensifikasi tambak udang dan
perluasan areal tambak baru (ekstensifikasi).
Untuk mengusahakan tambak, dahulu kita
mengenal apa yang dinamakan panca usaha tambak, yaitu lima macam kegiatan pokok
yang harus kita laksanakan, agar usaha kita dapat berhasil dengan baik. Kelima
macam kegiatan tersebut terdiri dari:
a.
Perbaikan saluran atau pengairan
b.
Pengolahan pupuk
c.
Pemakaian pupuk
d.
Pemberantasan hana
e.
Penyediaan benih yang cukup.
Untuk selanjutnya ketujuh macam kegiatan
dinamakn sebagi sapta usaha budidaya tambak, yang terdiri dari:
a.
Konstruksi tambak
b.
Pengaturan air
c.
Pengolahan tanah, pemupukan, dan pemberian makanan tamabahan
d.
Pemberantasan hama
e.
Penebaran benih
f.
Pemasaran hasil
g.
Tatalaksana usaha.
(Ahmad dan
Rachmatun, 1989:38-39)
2.
Lokasi Untuk Budidaya Udang
a.
Potensi Lahan
Pertambakan di Indonesia dibuat
disepanjang pantai yang semula berupa rawa hutan bakau. Dengn perkembangan
teknologi budidaya modern, lahan pantai yang berpasir, berlahan pedas, bahkan
yang bertahan gambut dapat juga dibuat pertambakan untuk ekspor. Di Indonesia
terdapat kurang lebih 250.000 ha tambak (1987) yang telah diusahakan untuk
memelihara ikan bandeng maupun udang. Menurut perhitungan berdasarkan survei bersama
antara Direktorat Jendral Perikanan dengan Pusat Penelitian Perikanan (1985)
luas lahan dataran pantai yang potensial untuk dibuat tambak, khususnya yang
terdiri dari hutan bakau ada kurang lebih 4,3 juta ha. Tidak seluruhnya hutan
bakau itu boleh untuk diubah menjadi hutan bakau boleh diubah menjadi tambak,
melainkan dicadangkan 10-2-% saja, yang berarti seluas 420.000-840.000 ha.
Maksudnya supaya keseimbangan ekolohi perairan pantai tidak terganggu.( Ahmad
dan Rachmatun,1989:43)
Kritreia lahan yang bukan hutan bakau dibuat
tambak untuk budidaya udang yaitu:
1.
Harus ada sumber pengairan yang cocok untuk penghidupan udang
2.
Lahannya memungkinkan untuk dibuat perkolaman dengan biaya yang
memadai
3.
Tersedia teknolohi dan peralatan untuk penyelanggaraan rekayasa
(engineering) perkolamn dan pengairan. Misalnya, ada pompa, cukup tersedia
energi listrik dan BBm, dan lain-lainnya
4.
Tersedia tenaga kerja yang terampil dalam pengelolaan tambak udang
5.
Tidak boleh diabaikan pula tentang tataguna lahan secara menyeluruh
di suatu wilayah, agar tidak terjadi
kerugian di kemudian hari.(Ahmad dan Rachmatun,1989:45)
b.
Kriteria Lahan untuk pertambakan
Pada lahan masih dikatakan potensi pada suatu wilayah desa
atau kecamatan tertentu,, haruslah dipelajari secara rinci sifat-sifat lahan
tersebut. Dengan cara demikian dapat menentukan suatu rancangan terletak suatu
unit usaha pertambakan yang lengkap, yaitu terdiri dari:
a.
Beberapa petakan tambak untuk berproduksi
b.
Saluran-saluran suplai air dan pembuangan
c.
Adanya suplai air tawar dari sungai atau dari sumur artesis atau
sumur pompa yang memadai
d.
Pemasukan air asin dari laut yang mencukupi kebutuhan
e.
Ada kolam pengendapan air, bila air keruh
f.
Ada tempat untuk mendirikan gudang, generator listrik dan
kendaraan.
Kriteria yang sangat penting itu adalah:
a.
Sumber pengairan tambak
b.
Topografi lahan
c.
Fluktuasi pasang surut
d.
Tanah
e.
Vegetasi
f.
Jalan dan komunikasi
g.
Ketersediaan sarana
Beberapa persyaratan untuk lahan pertambakan
yang disebutkan di bawah ini merupakan persyaratan yang sangat idealuntuk
tambak, yaitu:
a.
Perbedaan pasang surut antara 1,5-2 m, sedangkan air laut tidak
keruh berlumpur
b.
Dataran pantai tidak bergerak maju ke arah laut karena proses
pengendalan (silasi)
c.
Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur
berpasir, tapi kandungan pasirnya tidak lebih dari 20%. Selain itu tanah juga
tidak ngroks (porus)
d.
Areal tambak dekat dengan pantai (tambak lanyah) dan dekat pula
dengan muara sungai
e.
Petakan tambak dapat diairi sepanjang tahun, atau setidak-tidaknya
selama 10 bulan dalam setahun
f.
Kadar garam airnya berkisar antara 15-30 permil.(Ahmad dan Rachmatun,1989:45-52)
3.
Tata letak, Disain, dan Konstruksi Tambak
1.
Tata letak
a.
Petak-petak pertambakan minimum harus 50 m dari garis pantai. Dalam
jarak lebar 50 m itu hendaknya dipelihara/dilestarikan jalur hijau yang bisa
berupa tumbuhan pohon api-api dan atau bakau.
b.
Unit tambak harus minimum berjarak 15 m dari tepi sungai, dan terpelihara
sebagai jalur hijau juga untuk mencegah longsor.
c.
Saluran pemasok air hendaknya terpisah dengan saluran pembuangan
d.
Saluran hendaknya tidak memotong tegak-lurus terhadap kontur lahan.
Ini untuk mencegah penggusuran dasar dan supaya gerakan air tidak terhambat.
e.
Pembuatan saluran-saluran harus mengingat kepentingan atau tidak
mengganggu kepentingan perolehan air nagi pertambakan (milik orang lain) di
sekitarnya.( Ahmad dan Rachmat,1989:54-55)
Penentuan lokasi menurut Soetarno
(1989:3-7) dalam menentukan lokasi untuk pengembangan pemeliharaan udang windu
perhatikan petunjuk dibawah ini:
a.
Keadaan populasi di perairan sekitarnya, populasi harus cukup padat
dan tersedia sepanjang tahun
b.
Keadaan perbedaan pasang surut harus ukup tinggi
c.
Jarak lokasi dari pantai maksimal 1 km, lokasi harus perlindung
dari gangguan ombak. Hutan bakau selebar 15 meter dapat melindungi tambak dari
gangguan tombak
d.
Tekstur tanah dasar hendaknya terdiri dari tanah liat yang memadat
dengan endapan debu di atasnya tidak terlalu tebal
e.
Kadar garam (salinitas) air yang optimal ialah antara 24-30 per mil
2.
Desain dan kontruksi
1.
Bentuk petakan
Petakan tambak yang baik berbentuk empat
persegi panjang, sisi panjangnya sebaiknya maksimum 150 m supaya pemasukan air
dari satu sisi ke sisi yang lain, bisa menimbi=ulkan arus yang masih cukup
kuat. Lebar petakan (sisi pendek) sebaiknya seragam agar memudahkan dalam
pemanen. Harus menjadi pertimbangan juga arah amhim yang bertiup secar
mencolok.( Ahmad dan Rachmatun,1989:59)
Macam-macam petakan tambak:
a.
Petak pendedaran
Gunanya untuk mengipuk (mendeder) benih
ikan bandeng atau udang yang masih amat lembut, selama 1 bulan. Petakan ini
ukurannya kecil saja, kira-kira 1% dari luas seluruh petakan pembesaran.
Kedalaman petakan ini 30 cm-50 cm.
b.
Petak penggelondongan
Ukurannya 10% dari luas petak
pembesaran. Kedalamannya 60 cm-75cm.
2.
Saluran tambak
a.
Saluran utama, disebut juga saluran primer. Saluran ini mengalirkan
atau mengambil air langsung dari laut atau dari suatu sungai besar yang airnya
payau
b.
Tanggul utama, merupakan batas unit tambak dengan lahan luarnya.
Tanggul utama yang berbatasan dengan laut dan sungai harus cukup lebar dan
tinggi sebab berfungsi menahan banjir.
c.
Tanggul tersier, memisahkan antara 2 petak tambak. Lebar atas
minimum 1 m. Kemiringan lerengnya 1:1 atau 1:2
d.
Pintu air, lebar dan tinggi pintu air disesuaikan dengan lebar
saluran dan tinggi tanggul saluran. (Ahmad dan Rachmatun,1989:67-77)
D.
Petunjuk Teknis
Budaya Udang windu
1.
Persiapan
Persiapan tambak
bertujuan agar dasar tambak memiliki kandungan bahan organik (baik padat maupun
gas) dan bahan cemaran lainnya yang rendah dan sekaligus memiliki ekosistem
yang baik sehingga pemakaian oksigen didasar menjadi rendah. Kegiatan persiapan
tambak dilaksanakan mulai dari pengangkatan lumpur kotor sampai siap tebar yang
meliputi fisika, kimia, dan Biologi dengan perinciam sebagai berikut:
a.
Pemasangan
tanggul tumbak dan saluran pembawa kwarter
b.
Pengangkatan
lumpur tambak keluar dalam keadaan basah (tidak terndam air) dan dasar tambak
dibalik stebal kurang lebih 10 cm. Lumpur disarankan dibuang keluar jauh dari
tambak
c.
Perbaikan
tanggul tambak dan saluran serta perbaikan inlet dan outlet
d.
Pengeringan
dasar tambak sampai retak-retak
e.
Perendaman 30
cm dan dibiarkan 3-7 hari lalu dibuang
f.
Pengapuran dasar
menggunakan CaCo3 0,5-1,0 ton/0,5 ha (tergantung PH tanah)
g.
Pemasangan
seringan inlet dan outlet serta jembatan anco.
h.
Pemasangan
kincir/MTO2 dalam keadaaan dasar tambak tidak ada air dan letaknya disesuaikan
dengan kebutuhan
i.
Pengisian air
berasal dari tambak pelakuan dengan memberikan Ca (OH)2 dan aerasi sampai
ketinggian 60 cm
j.
Kincir
dijalankan siang malam untuk mengaerasi dasar tambak (kondisioning), pada saat
ini masukkan bakteri melalui proses fermentasi yang berfungsi untuk mengurangi
bahan organik di dasar sekaligus juga sebagai penumpukan
k.
Penambahan air
sampai ketinggian minimal 80 cm dan bilamana plankton belum tumbuh dilakukan
pemupukan dengan NPK dan TSP
l.
Pemberian teaseed
15 ppm pada siang hari sekitar pukul 10.00 WIB
m.
Apabila air
sudah stabil plankton tumbuh dan kecerahan 30-40 cm selanjutnya diukur COD,
bahan organik dan PH air untuk menentukan waktu tebar (disamping itu diukur
juga logam berat dan pestisida/jika memungkinkan).
Catatan:
a.
Bersamaan
dengan menyiapkan tambak budidaya juga disiapkan tambak tandon dan tambak
perlakuan dengan kwalitas yang sama
b.
Apabila dasar
tambak tidak bisa kering maka didaerah yang banyak airnya harus diberi disinfectant
untuk mematikan udang liar (kapont, kapur tohor, portas)
c.
Pemakaian
kincir/MTO2 tergantung padat tebar. Apabila padat tebar dibawah 80/000
ekor/HA/MT tidak usah menggunakan kincir/MTO2. (Tatang,1996:1-2)
Persiapan tambak
menurut Soetarno (1989:16) persiapan tambak meliputi langkah-langkah pekerjaan
ringan, peracunan dan pengolahan tanah dsar, pemupukan tidak dilakukan,
pengeringan dan pengolahan tanah dimaksudkan untuk memperbaiki tata udara
tanah, peracunan hanya dilakukan terhadap genangan-genangan untuk memberantas
ikan buas atau liar, dan persiapan tambak ini dilakukan pada petak
penerapan/pembenihan dan petak pembesaran.
2.
Penebaran Benur
Benur merupakan salah
satu komponen produksi yang menentuka keberhasilan budidaya udang, makin baik
mutunya peluang keberhasilannya makin besar. Oleh karena itu pemilihan benur
harus dilakukan dengan baik. Adapun prosedur penebaran banur adalah sebagai
berikut:
a)
Seleksi Benur
Seleksi benur dilakukan minimal 3 hari sebelum penebaran, dengan
acuan sebagai berikut:
a.
Pertumbuhan
benur normal atau standar
STADIA
|
PANJANG (MM)
|
BERAT (MGR)
|
PL 10
|
7,7
|
1,5
|
PL 13
|
8,8
|
1,9
|
PL 15
|
11,3
|
2,2
|
b.
Ukuran seragam
c.
Sehat:
1.
Organ tubuh
lengkap
2.
Ridak ada
gejala penyakit (Visual maupun laboratories)
3.
Kulit luar
bersih (transparan)
4.
Usus penuh dan
berwarna gelap
5.
Menempel pada
substrat
6.
Gerakan lincah
menentang arus dan responsif terhadap rangsangan
7.
Uropoda (ekor)
mengembang
d.
Survival Rate
(SR) di Hatchery tinggi minimal 25%
e.
Umur di
Hatchery telah cukup dengan ciri ekor benur telah mengembang
f.
Test fisik
(Stress) Kimia dan Biologi normal
g.
Prioritas sala
benur dari induk matang telur alam atau turunan kedua dari matang ablasi.
Tabel macam-macam perlakuan untuk mengetahui ketahanan benur
Perlakuan
|
Kondisi Awal
|
Kondisi Akhir
|
Penilaian
|
Fisik:
Diaduk rta
|
Air sample
tenang
|
Air sample
ada
gerakan
(arus)
|
90% benur
sample
tegar dalam 2 jam
|
Kimia:
1.
Salinitas
2.
Formalin
|
30 ppt
0 ppm
|
15 ppt
100 ppm
|
90% banur
sample
tetap normal
lebih dari
90%
benur tetap hidup
|
Biologi:
Vaksin
|
Dilakukan di
bak benur 3 hari sebelum tebar
|
|
Benur yang hidup adalah yang tahan
|
b)
Adaptasi Benur
a.
Box berisis
benur dibiarkan kurang lebih 3 menit diatas permukaan air tambak
b.
Kemudian dibuka
dan dimasukkan air tambak kedalam box benur secara perlahan-lahan dan diaduk.
Penambahan terus dilakukan hingga perbandingan air tambak dengan air box benur
=1:1 pada waktu adaptasi sebaiknya diberi vitamin, misalnya staunner 0,5 ppm
c.
Selanjutnya
biarkan selama kurang lebih 25 menit
c)
Penebaran
Bilamana benur d box
sudah tersebar (tidak mengunpul di dasar box) dimiringkan masuk ketambak dan
benur dibiarkan keluar sendiri.
Catatan:
1.
Kwalitas air
hatchery dan air tambak diketahui terlebih dahulu
2.
Sehari sebelum
penebaran aplikasi bakteri di tambak 0,5-1,0 ppm
3.
Sebaiknya
stelah air dinilai bagus maka paling lama 2 minggu benur harus tebar.(Tatang,1996:3-5)
3.
Pemelihara
Kegiatan pemeliharaan udang
merupakan kegiatan mengkombinasikan faktor-faktor produksi atau sumber daya.
Sasarannya supaya benur yang sangat kecil dapat tumbuh berkembang menjadi
ukuran konsumsi selama 4 bulan tanpa ada gangguan penyakit. Memelihara udang
akhir-akhir ini sangat surit karena adanya keruksakan ekosistem tamba, oleh karena
itu siapapun pengelolanya memerlukan kerja yang ekstra teliti. Pemeliharaan
udang ditambak terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.
Management
pakan
a.
Standar mutu
pakan yang baik
a). Teruji
b). Aroma normal, tidak tengik/apek
c). Warna seragam (kecoklatan)
d). Ukuran seragam sesuai nomor diet dan tidak berdebu
e). Tidak berjamur
f). Tenggelam di air
g). Stabilitas di air 3 jam
h). Kemasan rapih, tidak bocor/rusak
b.
Kontrol pakan
Untuk mengetahui
pakan yang disebarkan ke tambak sudah habis atau belum sangat sulit karena
kegiatan udang ada didalam air dan dasar tambak banyak yang berlumpur. Oleh
karena itu berdasarkan pengalaman pertambak selama ini ada cara yang dapat
digunakan untuk mengetahuinya yaitu dengan anco. Tambak yang luasnya rata-rata
½ ha dipasang anco minimal 4 bulan. Pada waktu menyebarkan pakan ditambak maka
anco harus diberi pakan sebanyak 1% per anco dan total pakan yang diberikan.
Mengenai lamanya habis pakan dianco yang dikaitkan dengan besarnya udang dapat
dilihat pada tabrl dibawah ini:
No
|
Ukuran Udang
(gram)
|
Waktu (jam)
|
1.
|
1-10
|
2
|
2.
|
11-20
|
1,5
|
3,
|
21 keatas
|
1
|
Apabila waktunya habis ternyata pakan diseluruh anco masih ada
maka harus diwaspadai ada apa-apa dilingkungan tambak menghadapi kasus ini
tindakan darurat yang paling bijaksana adalah mengurangi jumlah pakan, dan
selanjutnya mengadakan evaluasi pada mutu air dan dasar tambak serta kondidi
udannya.
c.
Metode
pemberian pakan
Metode pemberian
pakan yang meliputi banyaknya pakan dan frekuwensi pemberian perharibserta
banyaknya pakan tiap non pakan tergantung merk. Untuk itu mengenai metode
pemberian pakan harus dilihat dari brosur atau berdasarkan petunjuk teknis
pakan yang bersangkutan.(Tatang, 1996:6-8)
2.
Management
lingkungan
Yang dimaksud lingkungan
tambak meliputi air dan substrat dasar baik fisik, kimia maupun biolohi yang
disebut ekosistem tambak. Pada bydidaya udang ekosistem tambak secara kontinu
diusahakan bagus sehingga akan menghasilkan pertumbuhan yang normal sampai panen.
Pengalaman selama ini membuktikan bilamana udang prinsip pencegahan lebih baik
dari pengobatan harus secara konsisten ditetapkan. Parameter lingkungan tambak
yang bisa dimonitor dan konsentrasi yang dibolehkan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Jenis
|
Konsentrasi
|
Jenis
|
konsentrasi
|
pH
|
>8-8,4
|
COD
|
40-125 ppm
|
Redox
|
< -40
|
||
Do
|
>5ppm(didasar)
|
Kecerahan
|
30-40cm
|
NH3
|
0,25 ppm(pk:19.00)
|
Alkalinity
(HCO3)
|
<100 ppm
|
NO2
|
< 01 ppm
|
Salinitas
|
12-25 derajat/00
|
H2S
|
< 0,01 ppm (pk 04.00)
|
Suhu
|
26-32 derajat C
|
Namun sering
terjadi antara data lingkungan hasil monitoring bertentangan dengan kondisi
udangnya jeelek atau mati, dan sebaliknya. Oleh karena itu hasil pengukuran
parameter harus dilakukan cross chek dengan keadaan udangnya. Dibawah ini
diuraikan beberapa tanda yang bisa dijadikan indikator untuk diwaspadai akan
terjadi masalah pada udang sebagai berikut:
a.
pH air
pH air tambak yang
normal antara 1,5-8,5. Apabila pH air dibawah dan diatas standar maka keadaan
tambak terjadi keruakan (H2S dan NH3), dan harus diambil langkah.
a). Penggantian air dari reservoar
b). Kalau pH rendah pengapuran
c). Kalau pH
tinggi pemberian bakteri (melalui fermentasi = berasarkan petunjuk brosur)
d). Kalau
langkah diatas tidak membantu maka aerasi kedasar tambak ditinggalkan.
b.
Udang liar/mati
Akhir-akhir ini
menunjukan udang liar lebih lemah dari udang windu, sering trejadi udang
lainnya mati namun udang windunya masih sehat. Hal ini menunjukan permasalahan
perairan tambak sekarang lain dengan permasalahan tambak pertama operasi. Dahulu
udang liar lebih tahan dari udang windu. Seandainya ditemukan udang
(liar/rebon, api-api, mentil dan lain-lain) lemah maka segera kita mengupayakan
langkah-langkah:
a). Penggantian air dari reservoar
b). Pemberian bakteri (melalui fermentasi)
c). Kalau
langkah-langkah diatas kurang berpengaruh maka dapat ditingkatkan aerasi
didasar tambak.
c.
Warna plankton
Apabila warna plankton
hijau tua, hijau mati atau diikuti jernih maka harus segera dilakukan
langkah-langkah:
a). Penggantian air
b). Pemberian aerasi ditingkatkan terutama malam hari
c). Penambahan pupuk NPK dan disebar merata.
d.
Udang
pemeliharaan
Apabila udang yang
dipelihara mati biasanya didahului gejala napsu makan kurang,usus
terputus-putus, usus kosong, lemah dan minggir. Cuma sering terjadi teknis
kurang kontrol sehingga udang sudah mati atau kondisi tambak sudah parah baru
diketahui. Oleh karena itu setiap teknisi tiap saat harus kontrol keadaan
udangnya sehingga permasalahannya diketahui lebih jauh bahwa keadaan lebih dini
dapat diketahui dengan mencium bagian ventral udang. Kalau udang bau tanah yang
kuat berarti sudah terjadi kondisi buruk didasar tambak. Langkah-langkah yang
dianjurkan:
a). Ganti air
b). Pemberian bakteri pengurai
c). Aerasi sampai kedasar tambak
d). Pengurangan pakan sampai udang sehat kembali
e). Dalam pakan ditambahkan vitamin C
Apabila udang ekornya
geripis atau antene putus menandakan dasar tambak kotor, langkah-langkah yang
dianjurkan:
a). Ganti air
b). Pengapuran CaCO3 agak kasar (80-150 mesh)
c). Pada ransum diberikan 3 ppm OTC 3-5 hari.
Apabila udang kanibal
saling memakan sesamanya (yang sedang moulting) biasanya disebabkan karena
kekurangan karena protein khewani pada ransumnya, langkah yang dianjurkan
dengan memberikan rebon/ikan rucah yang segar.
Apabila insang udang
kelihatan warna kuning atau kecoklatan maka disarankan pemberian OTC atau
Chloramphenicol 3-5 ppm pada ransum selama 5 hari berturut-turut.
e.
Penerbangan
burung
Burung dapat juga
dipakai tanda adanya masalah ditambak pemeliharaan. Udang yang bermasalah
biasanya naik kepermukaan dan berenang kepinggir, hal ini lah yang menarik
burung terbang diatas untuk memangsa udang yang naik kepermukaan tambak.
Beberapa kegiatan dalam
management lingkungan adalah: penggantian air, aerasi, pengapuran, pemberian
bakteri pengurai, pemupukan, yang secara rinci sebagai berikut:
a). Penggantian air
pada budidaya udang
intensive sekarang ini tidak ada standar penggantian air baik harian, mingguan,
maupun bulanan. Frekwensi dan banyaknya penggantian air disesuaikan dengan
kebutuhan, hal ini disebabkan karena perlakuan yang diberikan sangat intensive
terutama aerasi, kapur dan bakteri pengurai. Walaupun demikian hal-hal yang
perlu diperhatikan sebagai berikut:
a). Penambahan dan penggantian air melalui sistem tertutup
b). Pada bulan
pertama (0-30) Hari untuk pemeliharaan tidak ganti air, kecuali menambah.
c). Kalau pH air diatas 9,0 bisa ganti atau cukup menambah air
d). Kalu air
jernih boleh menambah air dari tambak lain yang sehat dn planktonnya padat.
e). Satu hari
beberapa kali pembuangan kotoran dari outlet selama kurang lebih 5 menit.
Cara mengolah tambak untuk budidayakan udang
Tambak
Perlakuan
|
Tambak
Pengendapan
|
Tambak
Budidaya
|
b). Aerasi
memperhatikan kondisi air
baku dan dasar tambak yang terus merosot mutunya maka bagi tambak intensive
pemakaian aerasi sangat diperlukan. Tiap petak 0,5 ha memerlukan minimum 8 unit
dan harus mampu mengarasi dasar tambak. Pemakaian aerasi dihentikan ½ jam
setelah dan sebelum pemberian pakan.
c). Pengapuran
kapur digunakan ditambak budidaya untuk sanitasi,
penyangga pH dan sumber mineral. Kapur yang digunakan jenis CaCo3 atau kapur
pertanian dengan mesh 400, baik untuk kapur dasar maupun susulan
pengapuran dasar diberikan 0,5-1,0 ton/0,5 ha (sesuai pH
tanah) sedangkan susulan tergantung kebutuhan. Aplikasi kapur susulan biasanya
pada malam hari.
d). Bakteri pengurai
pada budidaya udang intensive saat ini bakteri pengurai
dimasukan dalam paket teknologi. Tujuannya disamping untuk menguraikan bahna
organik dan organik toxic juga dipakai untuk menurunkan ph air dan penumpukan.
Jumlah dan frekwensi pemberian bakteri pengurai tergantung atau disesuaikan
dengan brosur atau petunjuk teknis pedagang ,
e). Pemupukan
penupukan
bertujuan menyediakan nutrient bagi pertumbuhan plankton, biasanya digunakan
NPK dan TSP. Pemakaian pupuk disesuaikan kebutuhan terutama pada saat kepadatan
plankton rendah dengan kecerahan diatas 50 cm. Perairan tambak yang
ekosistemnya bagus/normal pemberian pupuk tidak diberikan karena tambak
tersebut mampu mnyediakan nutriet.(Tatang, 1996:8-14)
Penebaran benih dan
pemeliharaan menurut Soetarno (1989:16-17) bahwa:
a.
pemeliharaan
udang windu secara intensif dilalui melalui dua tahapan yaitu pembenihan post
larva berumur 22 hari sampai juvinela dan pembesaran juvenile/tokolan sampai
ukuran konsumsi. Pada penebaran dalam petak peneneran atau pembenihan berkisar
antara 100-150 ekor post larva per meter persegi luas permukaan air.
Gambar post
larva berumur 22 hari dipindahkan ke tambak pembesaran. (Soetarno, 1989:16)
b.
Penebaran
dilakukan secara merata di seluruh permukaan tambak untuk menghindari timbulnya
sifat kanibalisme.
c.
Lama
pemeliharaan benih 40-50 hari
d.
Selama masa
pemeliharaan beralih makanan tambahan berupa daging kerang yang dipotong
kecil-kecil sebanyak 205 dari berat total Udang yang dipelihara. Persentase
pemberian makanan ini dikurangi sesuai dengan kenaikan berat udang . pada 15
hari pertama, makanan diberikan 2x sehari yaitu pagi dan sore. Selanjutnya
hanya diberikan 1x pada sore hari.
e.
Setelah 50 hari
dipetak pembesaran, antara 15-20 ekor permeter persegi luas permukaan air.
f.
Selama masa
pemeliharaan udang diberi makanan tambahan berupa cincangan daging ikan atau
udang yang murah sebanyak 60% dari berat total udang yang dipelihara. Makanan
diberikan 2x sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Jumlah makanan ini dikurangi
persentasenya sesuai dengan kenaikan berat badan.
g.
Lama
pemeliharaan 4-5 bulan.
Gambar memberi
makanan tambahan selama masa pemeliharaan (Soetarno, 1989:17)
E.
Pengendalian
Hama Penyakit Pada Udang
Hama adalah hewan yang memangsa
udang dan dalam memangsa bisa sekaligus atau sedikit demi sedikit. Pengendalian
hama pada budidaya udang sangat mudah, karena kama memiliki daya tahan yang
berbeda dengan udang terhadap sesuatu jenis racun. Dengan pemberian teasead
atau akar deris yang bahanaktipnya rotenon hama udang akan mati.
Penyakit adalah mikro organisme yang
hidup pada tubuh udang (internal atau external) dan mengganggu kehidupan udang
secara phisik. Ada tiga cara serangan penyakit yaitu:
1.
Merusak organ
tubuh
2.
Mengeluarka
secresi yang bersifat racun dalam tubuh udang
3.
Menghisp zat
makanan (parasit)
Penanggulangan
penyakit yang menyerang udang biasana menggunakan anti biotik. Namun kalau
penyakitnya disebabkan karena virus maka penanggulangannya akan susah. Penyakit
MBV, Yelow head dan whitw spote hingga saat ini belum ada obat yang manjur. Dan
penanggulangan dengan obat-obatan akan memerlukan biaya yang mahal. Oleh karena
itu pencegahan dengan memberikan lingkungan yang bagus merupakan langkah yang
bijaksana. Adapun langkah-langkahnya adlah sebagai berikut:
a). Bahan organik didasar tambak harus rendah, usahakan sampai
kedalam 5 cm adalah 10% (pada waktu persiapan)
b). Pemberian pakan tidak boleh berlebihan, makin banyak bahan
organik diperairan maka ecto parasit subur
c). Pemberian aerasi harus cukup dan mencapai dasar tambak agar
organik tixic tidak keluar.
d). Pemberian bakteri pengurai yang efektip
e). Pengapuran awal dan susulan menggunakan CaCo3 sebagai kapur
yang mempunyai sifat penyangga.
4.
Pengertian
sampling adalah mengambil sedikit udang yang dianggap mewakili baik dengan jala
maupun dengan anco. Tujuan sampling ini bermacam-macam, sebagai berikut:
a.
Menduga
populasi
Sampling untuk menduga populasi sangat
sulit, banyak petambak walaupun pengalamannya lama pendugaan popolasi tidak
tepat (error 10% dianggap wajar). Metode sampling untuk pendugaan populasi ada
dua yaitu:metode jalan dan metode anco. Untuk memperoleh data yang mendekati
sebenarnya maka kedua metode tersebut harus digunakan.
Keterangan:
a). Metode
jalan, yaitu sampling populasi dengan jaln memperoleh populasi/m 2.
b). Metode
anco, yaitu sampling populasi dengan eeding system yaitu untuk memperoleh berat
masa udang.
b.
Menduga berat
rata-rata (pertumbuhan)
Sampling untuk menduga berat rata-rata
relatif mudah petambak pemulapun dapat menduga berat rata-rata dengan tepat.
Makin banyak individu sample makin mendekati data sebenarnya, dengan menjala
bagian pinggir dan bagian tengah sudah mewakili.
Ada juga yang menggunakan anco, pada
awal pemberian pakan diambil smple dan pada waktu akhir diambil sample lagi.
Sampling berat yang disarankan mulai umur 50-60 hari. Apabila beratnya tidak
tercapai target maka harus segera dilihat data hasil monitoring air dan
tanahnya atau keadaan udangnya. Adakah dari data yang terkumpul memiliki
hubungan dengan pertumbuhan.
c.
Mengetahui
kondisi udang (dalam keadaan normal atau tidak normal)
Sampling untuk mengetahui kondisi udang
termasuk yang tidak susah namun jarang petambak yang melakukan andaikata
melakukan pun jarang yang teliti, kebanyakan petambak mengambil sample hanya
untuk mengecek ususnya kosong/penuh atau gemuk/kurus. Mengambil sample untuk
dikontrol kondsinya harus sesering mungkin disarankan sehari sekali.
Individu udang
yang harus dilihat:
1.
perbandingan
antara carapace dan abdomen normal apa tidak
2.
warna garis
dibagian dorsal kontras apa tidak
3.
ususnya kosong,
terputus-putus atau penuh
4.
kekenyalannya
5.
insangnya kotor
atau jernih
6.
karapacennya
ada warna kuning atau normal
7.
ekornya gripis
(sudah hitam atau putih) atau normal
8.
bagian
ventralnya bersih atau kotor
9.
aromanya bau
karat atau tidak
10.
kulitnya
berlumut atau tidak
11.
kulitnya licin
atau tidak
12.
warna kulitnya
jernih atau kusam
13.
anggota
tubuhnya putus/potong atau utuh
14.
kulitnya lembek
atau keras
15.
tenaga kuat
atau lemah
16.
hepato
pancreasnya bengkak warna hijau kecoklatan dan bau anyir atau normal.
Apabila
menjumpai salah satu maka perlu segera mengambil langkah-langkah, dan kalau
tidak bisa segera dilaporkan ke Supervisor tambak. Seandainya Supervisor tidak
bisa segera diteruskan ke Koordinator Budidaya.
(Tatang,
1996:14-18)
5.
Lain-lain
a.
Petambak/penanggungjawab
tamak
1.
Sering melihat
kondisi air secara kasat mata (organoleptik)
2.
Sering melihat
kondisi udangnya
3.
Selama
memelihara udang jangan berkelakuan yang dilarang agama
4.
Melakukan
kordinasi sesama petambak atau sesam penanggungjawab tambak
5.
Cepat lapor
keatasannya bilamana menjumpai keadaan yang membahayakan udang
6.
Sering mengecek
keadaan udang lainnya
b.
Pengamanan
1.
Secara fisik
tambak daerah pinggir diberi bambu atau kawat duri untuk menghindari penjalaan.
2.
Tambak diberi
lampu penerang khususnya didaerah yang dianggap strategis bagi pencuri
3.
Kordinasi
dengan masyarakat sekitarnya atau hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya
4.
Pada tambak
yang sudah umur 60-70 hari tenaga keamanan harus diintensifikan (jumlah tenaga
dan alat pengamanan tergantung keadaan)
c.
Dukungan
logistik
1.
Sarana produksi
yang dibutuhkan harus standby dilapangan (pakan, vitamin mineral, obat-obatan)
2.
Peralatan harus
cukup dan ada cadangan 10% untuk mengganti bilamana alat yang sedang dipakai
terjadi kerusakan (pompa, kincir)
d.
Laboratorium
Peranan laboratorium sangat penting
walaupun sering data yang terkumpul tidak bisa menjawab permasalahan. Parameter
yang mutlak dimonitor adalah H2S, NH3/NO2. pH, )2, Redox, Salinitas dan Suhu.
Oleh karena itu diperlukan alat dan bahan serta personal yang memadai.
e.
Kolam perlakuan
Mengingat kondisi lingkungan diluar tambak
makin jelek terutama makin tingginya COD, logam berat den pestisida maka air
yang akan dipakai untuk memelihara harus di treatment dulu. Perlakuan air harus
dilakukan melalui kolam perlakuan, jaringan mentreatment dikolam produksi
karena akan terjadi akumulasi logam berat, bahan organik dan pestisida. Bahan
cemaran tersebut dikhawatirkan etiap saat akan muncul kembali (karena perubahan
lingkungan tambak)
f.
Bahan-bahan
Suplemen
Pemakaian
bahan-bahan tambahan selama pemeliharaan (kapur, obat-obatan, vitamin mineral,
atractant, dan lain-lain) tergantung kepada keadaan tambaknya, dan pemakaiannya
dapat dibicarakan dengan supervisor dan koordinator.(Tatang, 1996:19-20)
Pemberantas hama penyakit menurut Ahmad dan
Rachmatun (1989:139-150).
1.
Hama Tambak
Dalam mengusahakan tambak udang, kita akan
menghadapi bahaya gangguan hama. Mereka ini dapat kita bedakan dalam tiga
golongan, yaitu golongan pemangsa (predator), golongan penyaring (kompetitor),
dan golongan pengganggu.
1.
Golongan
pemangsa (predator) benar-benar sangat merugikan kita, karena dapat memangsa
udang secara langsung. Termasuk golongan ini antara lain adalah:
a.
Ikan-ikan buas,
seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Therapon theraps),
kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus
sp), dan lain-lain.
b.
Ketam-ketam,
antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
c.
Bangsa burung,
seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea cinerea
rectirostris), pecuk cagakan (phala crocorax carbo sinensis), pecuk
ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
d.
Bangsa luar,
seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia,
dan Chersidus granulatus).
e.
Wlingsang,
wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale perspicillata)
2.
Golongan
penyaring (Kompetitor) adalah hewan-hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya,
baik mengenai pangan maupun papan. Termasuk dalam golongan ini antara lain
adalah:
a.
Bangsa siput,
seperti trisipan (Cerithidae cingulata), cong-cong (Telescopium).
b.
Ikan liar,
seperti mujair (Tilapia mossambica), belanak (Mugil spp), rekrek
(Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan
lain-lain.
c.
Ketam-ketaman,
seperti Saesarma sp, dan Uca sp.
d.
Udang, yaitu
udang kecil-kecil terutama jenis Caridina denticulata, dan lain-lain.
3.
Golongan
pengganggu, yang walaupun tidak memangsa ataupun menyaingi udang, tapi mereka
cukup merepotkan kita. Diantara mereka ada yang suka merusak pematang, merusak
tanah dasar, dan merusak pintu air. Beberapa di antara mereka adalah:
a.
Bangsa ketam,
yang suka membuat lubang-lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan
bocoran-bocoran.
b.
Udang tanah (Thalassina
anomala), yang juga suka membuat lubang-lubang di pematang.
c.
Hewan-hewan
penggerek kayu pintu air, seperti remis penggerak (Teredo navalis) dan
lain-lain.
d.
Tritip (Balanus
sp), dan tiram (Crassostrea sp), yang suka menempel pada
bangunan-bangunan pintu air.
Untuk memberantas hama-hama yang hidup di
dalam air, kita dapat menggunakan bahan-bahan beracun atau pestisida. Akan
tetapi pestisida-pestisida keras yang termasuk dalam kelompok “chlorinated
hydrocarbon” seperti DDT, Endrin, Chlordan, gamma BHC, dan lain-lain, sebaiknya
kita hindari penggunaannya. Sebab sisa-sisa pestisida tersebut mempunyai daya
tahan yang awet di dalam tambak. Tumbuhan sisa-sisa yang masih beracun itu akan
berpengaruh buruk terhadap usaha pertambahan kita.
2.
Penyakit Udang
Selama
masa pemeliharaan udang, tidak jarang kita timbulnya udang-udang yang sakit.
Penyakit udang dapat disebabkan oleh berbagai jenis penyebab penyakit seperti
Protozoa, bakteri, cendawan atau virus. Apabial kondisi air tempat hidup udang
selalu baik, dan udang memperoleh pakan yang bergizi baik, tentu udang tidak
akan sakit. Sekali udang terserang penyakit lebih baik daripada mengobati. Maka
yang paling bagus yaitu menjaga ir tambak dengan cara mengganti ais sebagian
atau seluruhnya sesering mungkin, terutama bila terlihat kondisi air menurun.
Kondisi air yang menurun ini dapat dimonitor atau dilihat setiap saat.
Bebrapa
gejala kelainan pada udang yang dipelihara di tambak yaitu:
a.
Disebabkan oleh
keadaan kualitas air yang kurang memenuhi syarat untuk pertumbuhan atau
kehidupan udang. Akibatnya udang menunjukan kelainan-kelainan yang berakibat
produksi menurun atau kualitas udang yang dihasilkan menjadi kurang baik
b.
Penyakit udang
yang disebabkan oleh jamur menghinggapi kulit dan insang, diakibatkan oleh air
tambak yang banyak mengandung partikel kotoran-kotoran organik.kualitas air
yang buruk dapat menimbulkan masalah pada udang, antara lain pH yang agak
rendah apalagi kalau sangat rendah, tentu berakibat mencapai 3-4,0. Air yang
ber-pH rendah ini dapat mematikan udang sekaligus.
Jadi yang paling bagus bagi petani
untuk menjaga kesehatan udangnya dalah dengan sesering mungkin mengganti air
tambak, walaupun sebagian saja air yang dapat diganti.
Kualitas air yang buruk dapat
menimbulkan masalah pada udang, diantara lain pH yang agak rendah apalagi kalau
sangat rendah, tentu berakibat buruk bagi udang. pH rendah yang disebabkan oleh
adanya tanah gambut, bila tambak baru saja di airi, pH airnya dapat mencapai
3-3,0. Air yang ber-pH dapat mematikan udang sekaligus.
pH air dapat berubah selama
pemeliharaan udang berlangsung. Penurunan pH dapat diatasi dapat menaburkan
kapur pertanian. Perguncangan pH dapat terjadi hanya dalam angka 6,5-7,5 saja,
tetapi kurang baik akibatnya bagi udang mengingat udang memerlukan pH optimal
8,0-8,5. Banyaknya kapur yang dibutuhkan, bila udangnya sedah terlanjur ada di
dalamtambak, ialah 100 kg-300kg/ha. Kapur sebanyak ini tidak mematikan udang,
melainkan cukup untuk mencegah terjadinya guncangan pH. Selain itu, pengapuran
juga penting artinya dalam usaha pemeliharaan udang karena udang butuh kapur
dalam proses pergantian kulitnya. Bila kekurangan kapur, kulit udang tidak
dapat mengeras (udang menjadi gembur) dan terhambat pertumbuhannya.
Selain itu manfaat pengapuran dalam
usaha pemeliharaan udang di tambak adalah:
a.
Memberantas
hama dan penyakit
b.
Memepercepat
proses penguraian bahan organik
c.
Mengikat
kelebihan gas asam arang (CO2) yang disajikan oleh proses pembusukan dan
pernapasan.
Suatu gangguan lain juga sering timbul
adalah tumbuhnya lumut yang terlalu lebat. Pertumbuhan lumut ini sering
merajalela pada waktu musim hujan. Lumut yang berlebihan akan mengganggu
gerakan udang. Bahkan salah-salah mereka bisa terjerat dan mati. Untuk menekan
pertumbuhannya, tambak yang bersangkutan kita lepasi bandeng tanggung ukuran
8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha. Bandeng-bandeng itu akan bertugas sebagai
pembabat lumut, sehingga tidak merajalela terus.
Penebaran bandeng ini, hanya dilakukan pada
tambak semi-intensif. Sama sekali tidak boleh dilakukan pada tambak intensif, karena
bandeng akan memakan pakan yang diperuntukkan bagi udang.
Pemberantasan lumut di tambak dengan
menggunakan bahan kimia tidak dapat dianjurkan mengingat akibat yang mungkin
timbul terhadap udang belum dapat dipastikan benar. Sedangkan sementara ini penelitian
untuk maksud tersebut belum berhasil.
F.
Panen Udang
Windu
1.
Penangkapan
udang
Untuk menangkap mereka, biasanya kita mengenal
dua macam cara, yaitu penagkapan sebagian dan penagkapan total.
a.
Penangkapan
sebagian
Alat
yang paling umum untuk penagkapan sebagian adalah prayang. Lat ini terbuat dari
bambu, yang terdiri dari dua bagian yaitu kere sebagia pengarah dan perangkap
berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak,
dengan kerennya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di ujung
kere.untuk pemasangan dilakukan di malam hari pada waktu pasang besar. Diatas
prayang diberi lampu minyak (ting). Udang yang bergerak mengelilingi pematang
akan terbentur pada kere, kemudian menyusurinya, dan akhirnya terjebak masuk ke
dalam prayang.( Ahmad dan Rachmatun,1989:193)
b.
Penangkapan
total
Penangkapan total
dilakukan dengan mengeringkan tambak. Bila tidak tersedia pompa air,
pengeringan tambak harus memperhatikan pasang-surut air laut. Malam atau dini
hari menjelang hari penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak
perlahan-lahan waktu air surut.
Cara penangkapan lain
dengan jala. Pemanenan dengan alat jala ini juga memakan waktu lama. Biasanya
penangkapan dilakukan oleh banyak orang yang masing-masing mempunyai jala
dengan diberi upah menurut banyaknya udang yang tertangkap. (Ahmad dan Rachmatun,1989:195)
Cara pemanenan yang lain
ialah dengan menggiring udang yang umumnya berada di dasar tambak itu. Alat
yang digunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan lebar ceren.
Lumpur dasar tempat udang bersembunyi itu didorong beramai-ramai oleh beberapa
orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju kedepan pintu air.( Ahmad
dan Rachmatun,1989:196)
Cara menagkap udang
secara total yang lebih baik ialah dengan memasang jaring penadah yang cukup
luas atau panjang di saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar
air mengalir perlahan-lahan sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi
dalam lumpur. Udang-udang akan keluar bersama air dan tertadah di dalam jarng
yang terpasang itu. Lalu dengan mudah ditangkapi dengan sesser atau dipunguti
saja. (Ahmad dan Rachmatun,1989:197)
Dengan menggunakan
jaring listrik, jaring listrik itu akan berjhasil digunakan apabila:
a.
Kedalaman air
minimum 50 cm
b.
Kepadatan udang
tinggi
c.
Tambak tidak
terlalu luas
d.
Dasar tambak
rata dan bersih dari ranting-ranting kayu atau penghalang lainnya(Ahmad dan
Rachmatun,1989:200)
2.
Membersihkan
dan menimbang udang
Udang
yang telah ditangkap dikumpulkan di dalam keranjang yang cukup lebar dan
berlubang-lubang, atau dapat pula dipakai wadah pencucian khusus yang dibuat
dari seng atau fibre glass. Wadah pencucian itu didekatkan kepada slang air
bersih (air asin pun boleh) dari pompa. Udang lalu dicuci sampai bersih.
Kemudian udang dibawa ke tempat penimbangan dan dipilih menurut kualitas
ukurang yang sama dan tidak cacat. Masing-masing golongan dimasukkan dalam
keranjang lalu ditimbang, untuk diserahkan ke sipembeli. Pembeli atau pemborong
lalu memasukkan wadah pengangkutnya serta dicampur dengan es yang bberbentuk
hancuran.
Dengan mengelompokkan udang yang besar dan
yang kecil (berbagai ukuran), harga pun disesuaikan dengan ukuran udang
tersebut. Udang yang kurang baik-cacat atau lunak kulitnya-dinyatakan BS dan
biasanya ditolak pemborong eksportir itu. Udang BS tentu saja masih dapat
dijual di pasar lokal dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan
harga udang yang baik.( Ahmad dan Rachmat,1989:2001)
BAB
III
SIMPULAN
1.
Morfologi udang
terdiri dari bagian-bagian tubuh, alat kelamin, makanan. sifat dan kelakuan
yaitu: sifat nokturnal, sifat kanibalisme, ganti kulit, dan daya tahan.
2.
Keunggulan
udang windu, diantara jenis-jenis udang penghuni tambak, yang paling banyak
terdapat biasanya adalah udang werus (Metapenaeus monoceros), yang
kemudian disusul oleh udang putih (Panaeus mergulensis). Atau aebaliknya
di wilayah tertentu, dan di musim tertentu, lebih banyak udang putih dan udang
api-api. Ditambak-tambak tertentu kadang-kadang banyak juga udang cendananya (Metapenaeus
brevicoris). Jenis-jenis lainnya biasanya hanya sedikit dan tidak begitu
berarti dilihat dari segi jumlahnya.
3.
Cara membudidayakan udang windu, sistem budidaya tambak ini dibagi
menjadi 3 sistem budidaya yaitu: Sistem budidaya tradisional atau ektensif, Sistem
budidaya semi-intensif atau tradisional yang diperbaiki, sistem budidaya
intensif. Untuk lokasi budidaya udang itu sendiri kami menyediakan potensi
lahan dan kriteria lahan untuk pertambakan. Dalam tataletak, desain, dan
kontribusi tambak meliputi bentuk petakan, petak penggelondongan dan saluran
tambak.
4.
Petunjuk Teknis
Budaya Udang windu meliputi: persiapan, penebaran benur dalmpenebaran benur
perlu diperhatikan seleksi benur, adaptasi benur, dan penebaran. Dalam pemeliharaaan
harus di perhatikan juga tentang management pakan, kontrol pakan, metode
pemberian pakan dan management lingkungan
5.
Pengendalian
hama penyakit pada udang. Hama adalah hewan yang memangsa udang dan dalam
memangsa bisa sekaligus atau sedikit demi sedikit. Pengendalian hama pada
budidaya udang sangat mudah, karena kama memiliki daya tahan yang berbeda
dengan udang terhadap sesuatu jenis racun. Dengan pemberian teasead atau akar
deris yang bahanaktipnya rotenon hama udang akan mati. Penyakit adalah mikro
organisme yang hidup pada tubuh udang (internal atau external) dan mengganggu
kehidupan udang secara phisik. Ada tiga cara serangan penyakit yaitu: Merusak
organ tubuh, mengeluarka secresi yang bersifat racun dalam tubuh udang, menghisp
zat makanan (parasit)
6.
Panen udang
windu, penangkapan udang untuk menangkap mereka, biasanya kita mengenal dua
macam cara, yaitu penagkapan sebagian dan penagkapan total. Terakhir yaitu membersihkan
dan menimbang udang .
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Mujiman, Rachmatun Suyanto. 1989.Budidaya Udang Windu.Jakarta:PT Penebar
Swadaya, Anggota IKAPI
Soetarno, ak. 1989.Budidaya Udang.Solo:CV. Aneka Ilmu
Semarang
Tatang Madsuli. 1996Petunjuk Teknis Budidaya Udang Windu.Bandung:Dinas
Perikanan Popinsi Dati Jawa Barat
Budiardi, dkk.2005.Bogor:IPB
0 Response to "MAKALAH BUDIDAYA UDANG WINDU"
Posting Komentar